Balikpapan, Borneoupdate.com – “Bro jadi ngikut gak. Kalo jadi sama-sama kita,” kata temenku di ujung telepon (15/02) siang itu. Ucapannya jadi pembuka rencana mengunjungi lokasi terdampak banjir yang melanda sejumlah kabupaten kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Sebelumnya seorang teman yang tergabung dalam Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Kaltim juga mengajak untuk menjadi relawan ke lokasi korban banjir sejak beberapa pekan lalu.
Sudah sejak lama aku ingin mengikuti program relawan ke wilayah bencana. Namun apa daya kondisi pekerjaan memaksaku mengurungkan niat untuk turut serta dalam program kemanusiaan teman-teman di MDMC Kaltim. Tercatat saat gempa di Lombok Nusa Tenggara Barat dan Palu Sulawesi Tengah, MDMC Kaltim cukup banyak mengirimkan bantuan logistik dan relawan untuk membantu korban bencana di sana.
Usai berkompromi dengan pekerjaan yang ada di kantor akhirnya aku pun bisa memulai perjalanan menuju lokasi terdampak banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Setelah pulang ke rumah untuk mempersiapkan pakaian selama di perjalanan, aku pun menunggu dijemput seorang teman sebelum menuju titik pertemuan di Pelabuhan Kariangau. Total ada 10 orang yang tergabung dalam tim kami kali ini.
Rencananya kami akan melakukan penutupan terhadap posko tanggap darurat yang sudah berjalan sejak sebulan terakhir. Penutupan ini bukan berarti penghentian bantuan namun MDMC akan beralih ke proses recovery pasca bencana terhadap sejumlah titik lokasi terdampak banjir.
“Ini tim terakhir yang kami berangkatkan. Total sudah ada 143 relawan yang bergantian tugas di sejumlah titik pengungsian korban banjir di Kabupaten HST. Ini bentuk kepedulian kita kepada sesama yang membutuhkan,” ujar Iwan Sulistia, Sekretaris Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) Kaltim.
Derasnya hujan mengiringi perjalanan kami Selasa (16/02) sore. Butuh waktu 30 menit menuju pelabuhan Kariangau yang menjadi penyambung antara Kota Balikpapan dan Kabupaten Penajam Paser Utara. Setelah hampir 2 jam mengarungi lautan, kami pun tiba di pelabuhan Penajam. Hujan cukup deras menyambut sejak keluar kapal hingga lokasi penjemputan teman disini. Akhirnya kami pun berkumpul menjadi 10 orang saat tiba di Penajam.
“Desa yang kita datangi kali ini adalah desa Datar Ajab yang menjadi salah satu lokasi paling parah terdampak banjir di Kalsel. Tim kami sudah berulang kali ke sana mengirimkan bantuan hingga membuka akses,” lanjut Iwan.
Ia mengisahkan sulitnya mencapai Desa Datar Ajab saat musibah banjir melanda kawasan kabupaten HST. Akses jalan satu-satunya menuju ke lokasi tertutup oleh longsor sehingga menyebabkan desa ini terisolir. Saat itu proses pengiriman bantuan pun mengandalkan helikopter dari TNI.
Sambil bercerita, pria yang dulu merupakan adik kelasku di pondok pesantren al Mujahidin Balikpapan ini mengemudikan mobil Fortuner miliknya. Rombongan yang terdiri dari dua mobil ini mulai mengaspal membelah jalanan dari Kabupaten PPU di Kaltim menuju Kabupaten HST di Kalsel.
Sekitar pukul 12 malam kami sempat singgah di warung kopi Batu Kajang, Kabupaten Paser, setelah berkendara selama 3 jam. Secangkir kopi lengkap dengan cemilannya cukup menghangatkan badan di tengah suhu dingin usai hujan yang mengiringi kami sepanjang jalan. 1 jam berlalu kami pun kembali melanjutkan perjalanan.
Selepas perbatasan Kaltim-Kalsel kami singgah di masjid al Mukhlisin Tanjung, Kabupaten Tabalong, sekitar pukul 3 subuh. Setelah minta izin kepada satpam penjaga masjid kami menumpang tidur di salah satu Amal Usaha Muhammadiyah ini. Dua jam terlelap azan subuh pun berkumandang membangunkan kami yang sempat tidur melepas lelah.
Usai sholat subuh kami pun bersiap melanjutkan perjalanan menuju Barabai, Kabupaten HST. Lokasi pertama yang didatangi tidak seberapa jauh lagi. 1 jam mengaspal kami sudah sampai di pos koordinasi relawan (Poskor) Muhammadiyah yang berlokasi di Barabai Selatan.
“Rabu (17/02) ini kita akan tutup kegiatan tanggap bencana yang sudah berjalan satu bulan terakhir. Tapi kami tetap lanjutkan program recovery pasca bencana di HST. Jadi tidak ada bantuan yang berhenti,” tutur Iwan.
Di Poskor kami bertemu sejumlah relawan kesehatan asal Bontang yang sudah bertugas sepekan sebelumnya. Selain itu ada juga Ketua Poskor Muhammadiyah Kabupaten HST, Eri Nurrohman, beserta jajarannya yang hadir mendampingi penutupan siang itu. Mengingat MDMC telah melakukan kegiatan tanggap bencana dalam sebulan terakhir di Bumi Murakata Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Dalam sambutannya, Ketua Posko Koordinasi Relawan (Poskor) Muhammadiyah Kaltim, Rohiman menyampaikan permohonan maaf kepada MDMC HST dalam proses tanggap bencana oleh relawan asal Kaltim selama sebulan ini. Mengingat cakupan wilayah yang ada cukup luas sementara jumlah relawan yang datang dari Kaltim terbatas.
“Kami mohon maaf jika ada salah kata dan perbuatan selama pengiriman relawan ke HST,” ujarnya saat upacara penutupan posko bersama MDMC HST, Rabu (17/02) siang.
Pihak MDMC Kaltim, lanjut Rohiman, menggelar sejumlah program selama posko dibuka. Di antaranya membuka akses jalan, membangun jembatan, pelayanan kesehatan hingga membantu pembangunan kembali rumah warga yang terdampak banjir dan tanah longsor.
“Kami sudah membangunkan dua jembatan untuk akses warga di Meratus yang melalui desa Patikalain dan Papagaran. Termasuk juga membuka layanan kesehatan hingga dapur umum untuk logistik warga,” tuturnya.
Bahkan untuk selanjutnya menurut Rohiman pihaknya sedang menyiapkan sejumlah program recovery pasca bencana. Seperti pembangunan kembali rumah warga, pembinaan psiko sosial hingga pengiriman dari mendekati bulan Ramadhan tahun ini. “Tidak ada kata berhenti untuk penanganan pasca bencana. Karena kebutuhan masyarakat bukan hanya saat bencana terjadi tetapi juga setelahnya,” lanjutnya.
Menyambut penyampaian tersebut, Ketua Poskor Muhammadiyah HST, Eri Nurrohman mengatakan pihaknya berterima kasih atas keterlibatan aktif MDMC Kaltim dalam tanggap darurat bencana di Kalsel. Apalagi MDMC Kaltim telah berpengalaman membantu penanganan bencana di NTB dan Sulawesi Tengah.
“Kami sangat terbantu dengan keberadaan tim relawan MDMC Kaltim. Pengalaman yang mereka miliki sangat bermanfaat bagi kami yang ada di sini. Ke depan kami terbuka untuk kelanjutan program recovery pasca bencana di HST,” tambahnya.
Siang menjelang, rombongan kami pun mulai bersiap menuju desa Patikalain dan Papagaran di Kecamatan Hantakan di pegunungan Meratus. Kedua desa ini juga mengalami dampak yang cukup parah akibat terjangan banjir dan tanah longsor. Menuju desa pertama kami berkendara dari Barabai sekitar 1 jam. Sebelum mencapai desa kami melalui dua jembatan darurat yang dibangun tim MDMC Kaltim. Dua jembatan ini merupakan akses satu-satunya yang dimiliki warga desa untuk menuju ke desa lainnya.
Setibanya di Patikalain, tim MDMC menyerahkan bantuan perbaikan kepada warga yang rumahnya hancur akibat banjir dan tanah longsor. Tak lama kemudian dua mobil yang terisi rombongan kami kembali menapak jalanan licin dan berbatu menuju desa Papagaran yang berada di pegunungan Meratus. Kontur tanah yang becek membuat driver harus ekstra hati-hati mengendalikan laju mobil.
Apalagi di sisi lain ada jurang yang menganga. Kami sempat singgah di titik spot sinyal yang menjadi tempat berkumpul warga desa untuk berkomunikasi lewat telepon. Maklum kawasan ini tergolong sulit sinyal sehingga hanya ada beberapa titik yang digunakan warga agar bisa berkabar dengan keluarga di tempat lain.
Akhirnya setelah 45 menit mobil kami pun tiba ke Papagaran berbarengan dengan rombongan PMI yang juga membawa bantuan ke desa ini. Di sini ada posko bersama yang menjadi tempat berkumpul para relawan dari berbagai organisasi kemanusiaan. Ada juga sungai di belakang rumah warga yang bersumber dari mata air pegunungan Meratus. Tidak menunggu waktu lama beberapa dari kami turun ke sungai yang mengalir deras ini untuk merasakan kesejukannya.
Usai sholat zuhur berjamaah di masjid desa, rombongan kami bersiap kembali ke Barabai. Rencananya kami akan menyinggahi dapur umum untuk relawan dari Muhammadiyah yang bertugas di HST. Sebelum itu kami sempat mampir kembali di Patikalain dan mendapat suguhan kopi beserta singkong goreng dari salah satu pemilik rumah di desa ini.
Setelah berpamitan rombongan pun kembali beranjak menuju lokasi dapur umum di Baruh Bunga Desa Haliau Kecamatan Batu Benawa. Di sana kami dijamu menu makanan untuk relawan sambil beristirahat. Rombongan kami memutuskan untuk bermalam di Poskor Barabai sebelum melanjutkan perjalanan ke Datar Ajab.
Rencana untuk hari berikutnya, agenda perjalanan akan kami lanjutkan menuju desa Datar Ajab yang berada di pegunungan Meratus namun berbeda jalur dengan Papagaran di hari sebelumnya. “Jadi jam berapa ke Datar Ajab?” tanyaku ke Ketua Poskor Muhammadiyah HST, Eri Nurrohman. Karena desa yang berada di puncak pegunungan Meratus ini jelas memberikan tantangan tersendiri untuk mencapainya. Bukan hanya tergantung fisik dan mobil yang digunakan tetapi juga kondisi cuaca yang mendukung.
“Mungkin kita star jam 10. Perjalanan sekitar dua jam. Amun bisukan (pagi) jalanan masih licin apalagi ada kemungkinan hujan. Mudahan ada panas jadi kawa jam 10,” ujar Eri kepada kami. Malamnya hujan pun turun lumayan deras. Teman-teman pun terlelap di poskor sementara saya menyempatkan diri mampir ke rumah keluarga yang berjarak 30 menit dari Barabai.
Subuh menjelang, kami pun mulai bangun dan bersiap ke masjid. Sampai di masjid hujan lebat turun. Kami berenam sempat sarapan di warung nasi kuning dekat masjid sambil meminta salah seorang teman untuk menjemput setelah mengirimkan lokasi lewat pesan whatsapp. Setelah berdiskusi dengan teman lainnya akhirnya kami mengurungkan niat ke Datar Ajab karena kondisi jalanan yang cukup sulit dilalui setelah hujan. Selain itu dari informasi teman-teman relawan terjadi kenaikan debit air sungai pasca hujan yang terjadi sejak malam tadi.
“Kita mungkin sampai Alat Datar terus ke Arangani saja. Melihat kondisi warga di sana lalu kembali pulang. Agak sulit kalau memaksakan diri kesana. Jam 3 sore harus sudah turun karena jalanan akan tertutup kabut dan jarak pandang terbatas,” kata Iwan.
Rombongan pun mulai beranjak dari Barabai pada pukul 11 siang. Sempat mampir sholat zuhur dan dijamak dengan ashar di sebuah masjid Muhammadiyah, kami pun melanjutkan perjalanan yang sudah tidak seberapa jauh lagi. Di desa Alat Datar, kami melewati sungai yang mengalami penambahan lebar cukup signifikan pasca banjir sebulan yang lalu. Bahkan masih terlihat bekas ketinggian air yang mencapai atap rumah warga saat banjir melanda desa mereka.
“Di Alat Datar kami buka posko kesehatan. Untuk kesana kami sampai memutar untuk mencapai desa karena jembatan tidak bisa dilewati. Apalagi kondisi jalan hanya selebar dua meter untuk masuk ke desa,” ujar Iwan sambil menyetir mobil yang kami tumpangi.
Dari data posko relawan Muhammadiyah Kaltim, data update bencana banjir kabupaten Hulu Sungai Tengah per bulan Februari 2021 menunjukkan adanya 10 kecamatan terdampak banjir dengan jumlah 92 desa atau kelurahan. Jumlah Kepala Keluarga sebanyak 29.062 jiwa dengan jumlah jiwa 87.506 jiwa dengan korban jiwa sebanyak 10 orang.
Sementara dari sisi dampak fasilitas hunian, terdapat 183 rumah hilang, 2.973 rumah rusak dan 20.553 rumah terendam. Sehingga dapat dibayangkan betapa dahsyat banjir yang melanda Hulu Sungai Tengah dan wajar menjadi diantara sekian kabupaten kota yang terdampak berat.
Muhammadiyah Kalimantan Timur sendiri telah mengirimkan lebih dari 143 relawan terdiri dari relawan khusus yang diberangkatkan dengan perintah Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah maupun unsur-unsur Organisasi Otonom seperti Tapak Suci, Hizbul Wathan, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah dan Aisyiyah untuk melakukan respon darurat bencana Kalimantan Selatan dengan fokus kegiatan di Hulu Sungai Tengah.
Program yang dilakukan berupa tanggap bencana reaksi cepat, dapur umum dan layanan medis hingga SAR. Berikutnya ketika fase tanggap darurat ditutup, Muhammadiyah Kalimantan Timur kembali mengirim relawan untuk program hunian tetap, psikososial dan penugasan mubaligh hijrah yang direncanakan di bulan Ramadhan. (FAD)
Discussion about this post