Balikpapan, Borneoupdate.com – Provinsi Kaltim termasuk salah satu dari sekian banyak provinsi yang mampu mengembangkan daerah layak anak. Berdasarkan data Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, jumlah kabupaten kota yang masuk kategori layak anak (KLA) sudah mencapai 90 persen.
Kepala DKP3A, Noryani Sorayalita mengatakan ada sembilan kabupaten kota yang sudah memiliki status kawasan layak anak. Yakni Kabupaten Paser, Penajam Paser Utara, Kutai Timur, Kutai Barat dan Berau masuk dalam kategori pratama. Kemudian Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda dalam kategori madya. Sedangkan Kota Bontang dan Kota Balikpapan masuk kategori nindya.
“Hasil ini menunjukkan bahwa Provinsi Kalimantan Timur 90% Kabupaten/ Kota telah berkomitmen mengimplementasikan Konvensi Hak Anak dalam upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak di Kabupaten/ Kota,” ujarnya saat membuka webinar bimbingan teknis Konvensi Hak Anak (KHA) bagi Media Massa se-Kaltim, Rabu (04/08).
Meski begitu, lanjut Noryani, perlindungan untuk anak-anak masih memerlukan perhatian dari pemerintah. Mengingat cukup banyak kasus yang menunjukkan anak- anak di Indonesia belum dapat terlindungi secara maksimal. Seperti dalam data nasional Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebanyak 1 dari 2 anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 3 anak pernah mengalami kekerasan fisik dan 1 dari 17 anak mengalami kekerasan seksual.
Sedangkan untuk anak perempuan yang juga berusia 13-17 tahun, 3 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan fisik, 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. Kondisi ini diperparah dengan sebanyak 76-88% anak-anak dan remaja belum mengetahui adanya layanan untuk mengantisipasi kekerasan.
“Ini tentunya belum selaras dengan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Karena faktanya aturan tersebut, belum cukup mengakomodir upaya-upaya pemenuhan hak anak, walaupun Indonesia telah 30 tahun meratifikasi KHA,” tuturnya lagi.
Bahkan menurut Noryani, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami substansi KHA termasuk para pembuat kebijakan dan penyelenggara negara. Padahal KHA dalam pasal-pasalnya mewajibkan pula kepada setiap negara yang telah meratifikasi untuk mensosialisasikan isi dan makna KHA kepada penyelenggara negara dan masyarakat.
Aplikasi KHA tertuang melalui pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak yang menjadi salah satu strategi pemenuhan hak anak di Indonesia. Ditambah penerapan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 tahun 2011, yang mengamanatkan tersedianya sumber daya manusia terlatih KHA yang mampu menerapkan hak-hak anak ke dalam kebijakan, program dan kegiatan.
“Pemerintah dan masyarakat tentunya sudah berupaya dan berperan dalam memastikan terpenuhinya hak anak, tetapi dalam konteks tumbuh kembang anak, tanggung jawab tersebut harus diperkuat dan didasari dengan pengetahuan dan keterampilan tentang KHA,” pungkasnya. (FAD)
















Discussion about this post