SAMARINDA – borneoupdate.com, Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), M Darlis Pattalongi, menyoroti tingginya angka anak tidak sekolah di Benua Etam yang mencapai 9.945 jiwa. Data tersebut berdasarkan laporan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI per 16 Maret 2025 lalu.
Menurut Darlis, persoalan ini tidak semata-mata disebabkan oleh faktor pembiayaan pendidikan formal.
Angka tersebut kemudian dikaitkan dengan pelaksanaan program pendidikan gratis di Kaltim yang dikenal dengan nama Gratispol. Program ini dinilai sebagai langkah strategis Pemprov Kaltim dalam meningkatkan rata-rata lama sekolah di daerah.
“Salah satu upaya kita untuk meningkatkan lama usia sekolah, yakni diberikan gratis pendidikan,” ujar Darlis beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, banyak anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan karena terkendala biaya hidup harian, bukan hanya soal uang kuliah. Biaya makan, transportasi, dan kebutuhan lainnya kerap kali menjadi beban berat, terutama bagi keluarga dari wilayah pedalaman yang hendak menyekolahkan anak ke kota besar seperti Samarinda.
“Orang yang tidak sekolah itu kan, salah satu faktor yang membuat rendahnya masa sekolah di Kaltim yaitu karena faktor misalnya pembiayaan sehari-hari yang tinggi,” jelasnya.
Darlis menambahkan bahwa biaya transportasi dan akomodasi sering kali menjadi kendala utama, terutama bagi mahasiswa yang berasal dari daerah dan ingin kuliah di ibukota provinsi.
“Mereka dari daerah, untuk kuliah di Samarinda misalnya bukan hanya persoalan di UKT tetapi termasuk di akomodasi transportasi dan lain sebagainya,” katanya.
Melihat situasi tersebut, Komisi IV DPRD Kaltim memberikan masukan agar pihak perusahaan di daerah dapat terlibat aktif melalui penyaluran dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).
“Perusahaan menyalurkan CSR-nya dalam bentuk beasiswa. Karena sudah ada pendidikan gratis, kita minta perusahaan itu jangan sampai terjadi double anggaran UKT itu,” tegas Darlis.
Ia menekankan bahwa peran perusahaan dapat diarahkan untuk mendukung aspek lain di luar biaya UKT, seperti pembiayaan tempat tinggal, alat tulis, hingga transportasi.
Dengan demikian, skema pembiayaan pendidikan akan menjadi lebih adil dan merata. Pemerintah tetap menanggung biaya kuliah melalui Gratispoll, sementara perusahaan diharapkan bisa mengisi celah kebutuhan non-akademik melalui CSR.
Langkah ini diharapkan menjadi solusi kolaboratif untuk menekan angka putus sekolah dan mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Kaltim secara menyeluruh.(adv-dprd kaltim/sd)
















Discussion about this post