Balikpapan, Borneoupdate.com- Di era milineal saat ini kita patut acungi jempol buat Herry Wijaya, kelahiran Banjarmasin 37 tahun lalu tepatnya 4 April 1983 bisa menjadi contoh positif bagi generasi milineal, yang gaya hidupnya cenderung instan tanpa berproses untuk mencapai suatu keinginan, akibat dampak teknologi dan pengaruh Internet. Sebagai generasi milineal, sosok Herry Wijaya yang melek teknologi ini berbeda dari generasi milenial pada umumnya yang ingin serba instan, untuk mendapatkan sesuatu lebih cenderung membeli daripada membuat atau menghasilkan dari karya sendiri.
Herry Wijaya bisa dikatakan sebagai generasi cerdas dengan berbagai ide dan gagasan yang kreatif. Terbukti, melalui usaha yang telah dijalani selama ini yakni memanfaatkan sampah rumahan yang diolah menjadi barang tepat guna, dapat memberikan dampak sosial bagi warga disekitar tempat tinggalnya, sekaligus menciptakan lapangan kerja.
Jatuh bangun dan mengalami sejumlah kerugian materi kerap dialaminya dalam perjalanan usaha, namun cobaan itu tidak membuatnya patah semangat dan putus asa untuk terus bangkit berusaha, apalagi ditengah masa pandemi covid-19 saat ini.
“Berbagai cobaan dan rintangan telah saya alami dalam menjalankan usaha ini, tapi itu tidak membuat putus asa bahkan sebaliknya saya jadikan cambuk untuk melecut diri saya agar pantang menyerah. Karena saya yakin, Allah SWT akan memberikan jalan buat hambanya yang terus berusaha dan tidak putus dalam berbuat kebaikan,” ungkap Herry kepada Borneoupdate.com di workshopnya yang berada di Gang Merdeka RT.45 Kelurahan Sepinggan Baru Balikpapan Selatan.
“Alhamdulillah, di tengah pandemi covid-19 saya bisa bertahan menjalankan usaha pengolahan sampah menjadi barang tepat guna, berkat usaha keras serta dukungan semua komunitas Sosial Enterpreneur di Balikpapan hingga luar negeri,” terangnya
Pria ramah yang murah senyum dan kerap melontarkan candaan ini, bercerita awal mula menjadi pengusaha dengan modal awal uang tabungan saat masih bekerja di salah satu perusahaan asing di Balikpapan, ditambah uang pesangon saat di PHK yang digunakan demi usaha mandiri di bidang sosial yang berbasiskan masyarakat atau wira usaha sosial.
Di workshopnya yang dinamai Abadan yang artinya Abadi, tumpukan plastik bekas seperti botol dan jerigen bekas pakai diolah menjadi cacahan plastik yang memiliki harga jual menguntungkan, yakni dari harga beli di kisaran 2000 hingga 6000 rupiah per kilogram menjadi 10.000 rupiah perkilogramnya, sehingga bisa untuk membayar honor karyawan dan menjadi tambahan modal usahanya.
Cacahan plastik produksi Abadan ini selain melayani permintaan dalam negeri yakni Surabaya, Tanggerang dan Jakarta juga melayani permintaan dari Korea. Herry Wijaya juga berhasil membuat alat pengolah minyak goreng bekas (jelantah), menjadi bahan bakar Bio Diesel berjenis Fatty Acid Methyl Ester (FAME).
Hadirnya alat pengolah bio diesel ini memberikan dampak sosial bagi ibu-ibu rumah tangga diwilayahnya, karena minyak goreng bekas masakan mereka bisa diolah menjadi FAME, yang dibeli dengan harga 3000 rupiah per liternya.
Menurut Herry Wijaya, latar belakang berdirinya wira usaha sosial pengolahan minyak jelantah menjadi energi bahan bakar ini, sesuai bidang ilmunya Insinyur Teknik Mesin dan ketertarikannya dengan ilmu kimia sejak di SMA. Sehingga hal itulah, yang memotivasi dirinya untuk menyempurnakan alat pengolah energi terbarukan bio diesel.

“Gayung bersambut, saat saya mengikuti pameran UMKM di Pusat Perbelanjaan Pentacity Balikpapan Super Blok pada awal tahun 2020 lalu, alat pengolahan limbah buatan saya mendapat respon positif dari Pertamina Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Sepinggan, yang bersedia menggelontorkan bantuannya melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), dengan target bisa lebih produktif dan mampu menghasilkan energi untuk skala luas, guna melayani kelurahan bahkan Kecamatan,” ujarnya dengan antusias.
“Target tersebut sejalan dengan keinginan saya untuk 5 hingga 10 tahun kedepan, guna menciptakan alat pembangkit listrik tenaga sampah dengan daya 1,5 Mega watt untuk konsumsi sekitar 1000 rumah,” tutup Herry Wijaya.
Dirinya optimis bisa mewujudkan hal itu, lantaran adanya dukungan dan support dari komunitas wira usaha sosial, Pemkot Balikpapan dalam hal ini dinas terkait yakni Tata Kota, Dinas Lingkungan Hidup, Kesehatan dan Dinas Sosial. Dan yang tak kalah pentingnya kucuran anggaran CSR dari Pertamina DPPU Sepinggan.
Proses pembuatan energi bio diesel ini dari minyak jelantah yang dipanaskan di suhu 60-70 derajat celsius, dan dicampur dengan alkohol serta soda api yang dalam istilah kimianya disebut Tetrafikasi. Selanjutnya, hasil campuran diendapkan sekitar 1 jam hingga terjadi proses reaksi pemisahan, dimana lapisan bawahnya disebut Gliserin untuk bahan baku Lilin dan ditengah namanya Gliserol, sedangkan yang diatas menjadi Fame. Sementara hasil turunan sampahnya berupa arang dan diolah menjadi briket.
Diakui oleh Herry Wijaya, ditengah masa pandemi covid-19 saat ini berdampak sekali terhadap hasil produksi usahanya. Oleh karena itu, aktivitas workshop untuk sementara dihentikan sambil menunggu selesainya renovasi bangunan workshop agar menjadi lebih representatif.
Ditambahkan oleh Herry Wijaya, sebagai komitmen dalam wira usaha sosial yang telah dijalani selama ini, Abadan memiliki 4 jargon yaitu Bayar pakai sampah, Sedekah pakai sampah, dan Pintar pakai sampah serta sehat pakai sampah, yang dikolaborasikan dengan program dari Pertamina Better Project.

Sementara itu, Divisi Community Development Officer Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Sepinggan Joko Setiawan menjelaskan, ketertarikan Pertamina DPPU Sepinggan menjadikan Herry Wijaya sebagai mitra binaan karena kemampuannya mengolah limbah minyak jelantah menjadi energi bio diesel, dinilai sejalan dengan program Pertamina DPPU Sepinggan yang dinamakan Balikpapan Energi Baru dan Terbarukan (Better).
“Kami ingin Abadan bisa mensukseskan Better Project dari Pertamina DPPU Sepinggan, yang nantinya bisa mengelola sampah agar tidak menjadi persoalan sosial. Dimana hadil keluarannya mampu memberikan manfaat untuk orang banyak, termasuk membantu umkm dan ikm serta menciptakan lapangan pekerjaan” terang Joko Setiawan.
“Selain bantuan anggaran dan transfer ilmu dari Pertamina, Kami harapkan hasil produksi Abadan bisa meningkat dari sebelumnya. Kami juga menargetkan untuk 5 hingga 10 tahun kedepan, Abadan bersama pertamina bisa ikut berperan mewujudkan ketahanan listrik nasional,” pungkas Joko Setiawan.
Man jadda wa jadda yang artinya siapa punya niat bersungguh-sungguh maka dia akan mendapatkannya, hal itu sebagai gambaran misi sosial Abadan dibawah kendali Herry Wijaya, yang telah berhasil membangun Musholla dan semenisasi jalan di lingkungan RT tempat tinggalnya. (SAN/TS 1982)
















Discussion about this post