Jakarta, Borneoupdate.com – Pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi struktural menjadi fokus kebijakan fiskal dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Pemerintah optimis perbaikan ekonomi akan tercapai mulai tahun depan dengan berangsur membaiknya ekonomi di tahun ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyebut beberapa lembaga internasional pun memproyeksikan pertumbuhan positif pada ekonomi Indonesia tahun 2021. Dari International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 6,1%. World Bank mengatakan 3 sampai 4,4% dan ADB (Asian Development Bank) memproyeksikan 5,3%.
“Pemerintah saat ini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4,5 sampai 5,5 persen. Lalu di APBN 2021 kita menggunakan asumsi pertumbuhan 5%. Ini bukan sesuatu yang simsalabim, ini sesuatu yang harus kita kejar dengan kerja keras,” jelas Febrio dalam diskusi bertajuk “Bertahan dan Bangkit di Masa Pandemi” yang disiarkan kanal FMB9 pada Selasa (6/10/2020).
Untuk mencapai target itu kata Febri pemerintah harus mengutamakan pengendalian Covid-19 dengan baik. Disiplin masyarakat harus baik dalam menjalankan 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan) dengan ketat. Lalu ketersediaan vaksin itu harus benar-benar terwujud. Sehingga menjadi faktor optimis yang menggerakkan perekonomian.
Dukungan ekspansi fiskal baik sisi penawaran dan permintaan harus terus dilanjutkan pada 2021. Lalu yang juga penting adalah Omnibus Law Cipta Kerja harus bisa berjalan. Karena jika melihat pertumbuhan 2020 semuanya mengalami negatif atau minus. Semua komponen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) seperti konsumsi, investasi dan ekspor semuanya negatif, kecuali pemerintah yang positif.
“Kalau 2021 hanya pemerintah lagi yang positif, lalu semuanya negatif, kita masih berada dalam kontraksi. Karena itu kita harus mendorong percepatan investasi sekencang-kencangnya. Itulah faktor pentingnya dari Omnibus Law Cipta Kerja, mudah-mudahan setelah ini peraturan turunannya seperti PP, PMK, Perpres dan sebagainya bisa segera diselesaikan dan dilaksanakan,” katanya.
Tujuannya agar bisa menarik investasi dan memperbanyak dibukanya usaha baru yang bisa mempekerjakan lebih banyak orang dan mencapai target pertumbuhan ekonomi 5% pada 2021. Meski demikian katanya, pertumbuhan ekonomi global juga masih membayangi pertumbuhan ekonomi domestik. Contohnya seperti mitra dagang Indonesia juga harus kuat dalam pemulihan ekonominya. Ia membandingkan mitra dagang Indonesia seperti China, Jepang, India dan Amerika Serikat yang memiliki pemulihan ekonomi berbeda-beda.
Untuk defisit APBN pada 2021, Febrio menjelaskan pemerintah menargetkan turun menjadi 5,70% dibandingkan 2020 sebesar 6,34%. Persentase penurunan itu katanya memang disepakati turun tidak terlalu tajam.
“Belanja negara yang tadinya 2020 Rp2.739 triliun, pada 2021 paling tidak itu tidak turun. Kita sepakat dengan DPR belanja negara 2021 sebesar Rp2.750 triliun, itu yang menghasilkan defisit Rp1.006,4 triliun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp1.039 triliun ini yang menghasilkan 5,7% dari PDB,” katanya. Pemerintah pada 2023 mendatang menargetkan defisit bisa ditekan kembali berada di kisaran 3% atau kurang. Hal ini perlu dilakukan karena memang penambahan defisit bukan tanpa risiko, karena penambahan defisit berarti penambahan primary balance atau utang bertambah.
“Hutang kita adalah hasil disiplin fiskal bertahun-tahun. Sehingga bisa bertahan 30% dari PDB pada 2019, harus loncat cukup tinggi menjadi 37% pada 2020 dan 2021 naik lagi menjadi 41%. Ini ada risiko karena biaya meminjam juga akan naik. Saat ini kita sudah mengeluarkan 20% dari anggaran untuk pendidikan, 5% untuk kesehatan, dan bunga hutang sudah diatas 12 – 13% dari pengeluaran pemerintah, kita ingin mengelola ini agar jangan sampai terlalu besar. Ini relatif masih kecil dibandingkan negara-negara berkembang lain seperti Malaysia diatas 50% utangnya, Thailand juga demikian, Filipina juga demikian,” jelasnya.
Febrio juga menjelaskan bahwa yang harus diwaspadai adalah kenaikan cepat rasio hutang karena risikonya juga besar. Ini yang akan dijaga pemerintah dan terus mendukung pemulihan ekonomi dengan stimulus serta pengeluarannya tetapi harus semakin konsolidatif. Defisitnya juga perlu dijaga dari tahun ke tahun. Untuk pemulihan ekonomi itu ada beberapa kebijakan strategis pemerintah pada 2021 mengalokasikan anggaran untuk pendidikan Rp550 triliun (20%), kesehatan Rp169 triliun, Perlindungan Sosial Rp421 triliun, infrastruktur Rp413,8 triliun, ketahanan pangan Rp104,2 triliun, pariwisata Rp15,7 triliun dan investasi bidang ICT Rp29,6 triliun. (covid-19.go.id/ SAN)
Discussion about this post