Balikpapan, Borneoupdate.com – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan terus memperkuat upaya pencegahan perkawinan anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui pendekatan berbasis kearifan lokal. DP3AKB tidak bekerja sendiri, tetapi melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan organisasi perempuan dalam menyuarakan kampanye perlindungan anak secara luas.
Kepala DP3AKB Kota Balikpapan, Heria Prisni, menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor menjadi kunci utama untuk menyentuh masyarakat secara lebih menyeluruh. Ia menilai, pesan-pesan pencegahan akan lebih kuat ketika disampaikan oleh tokoh yang memiliki pengaruh di komunitas.
“Kami menggandeng tokoh agama, tokoh adat, dan organisasi perempuan agar kampanye ini tidak hanya sampai ke permukaan, tetapi benar-benar masuk ke hati masyarakat. Pendekatan kultural ini sangat penting agar pesan pencegahan tersampaikan secara luas dan diterima dengan baik oleh semua lapisan,” ujar Heria, Kamis (19/06).
DP3AKB memandang pentingnya peran keluarga dalam menekan angka perkawinan anak dan mencegah eksploitasi terhadap anak. Karena itu, pemerintah terus menggiatkan edukasi parenting melalui berbagai forum warga, majelis taklim, kegiatan posyandu, hingga pertemuan RT dan karang taruna.
“Kami ingin memperkuat peran keluarga sebagai benteng utama perlindungan anak. Melalui program edukasi parenting, pemerintah mendorong orang tua untuk menciptakan pola asuh positif dan responsif terhadap keamanan anak,” jelas Heria.
Ia menyebutkan bahwa kasus perkawinan anak kerap terjadi karena kurangnya pemahaman orang tua, pengaruh budaya yang permisif, serta tekanan ekonomi. Maka dari itu, DP3AKB berupaya mengubah cara pandang masyarakat lewat edukasi yang kontekstual dan inklusif.
Para tokoh agama, misalnya, diajak menyisipkan materi perlindungan anak dalam khutbah, ceramah, atau pengajian. Sementara tokoh adat diminta menyampaikan nilai-nilai budaya yang mendukung masa depan anak, termasuk pentingnya pendidikan dan penghindaran terhadap pernikahan usia dini.
“Ketika tokoh yang dihormati ikut bicara, masyarakat akan lebih mendengar. Inilah kekuatan pendekatan budaya yang kami manfaatkan,” tambahnya.
Selain itu, organisasi perempuan juga aktif mendampingi keluarga-keluarga rentan, memberikan konseling, dan menjadi penghubung antara warga dan layanan perlindungan. Mereka bergerak secara langsung di lapangan, menyosialisasikan Undang-Undang Perlindungan Anak dan risiko-risiko dari TPPO.
Heria memastikan bahwa pendekatan kolaboratif ini bukan program sementara. DP3AKB merancang kampanye ini sebagai gerakan berkelanjutan yang terus tumbuh di tengah masyarakat.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama. Dan kami percaya, kekuatan budaya dan agama bisa menjadi pendorong perubahan yang paling efektif,” pungkasnya. (Adv/SUS)
Discussion about this post