Balikpapan, Borneoupdate.com – Pemerintah Kota Balikpapan menyebut keberhasilan program Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA) sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Heria Prisni, memastikan RBRA bukan sekadar proyek pembangunan fisik. Melainkan bentuk kolaborasi sosial yang membutuhkan partisipasi aktif seluruh elemen warga.
“Ini bukan hanya proyek pemerintah, tapi tanggung jawab kita semua. Anak-anak butuh dukungan dari lingkungan, keluarga, dan masyarakat agar bisa tumbuh secara sehat dan bahagia,” ujarnya, Rabu (18/06).
Heria menekankan pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam menyediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak. Menurutnya, peran masyarakat sangat penting dalam menjaga, merawat, serta mengoptimalkan penggunaan ruang bermain yang telah dibangun.
“Kami membangun fasilitasnya, tetapi pemanfaatan dan keberlanjutannya sangat bergantung pada kepedulian warga. Tanpa partisipasi masyarakat, ruang bermain hanya akan menjadi tempat kosong yang lambat laun terbengkalai,” jelasnya.
DP3AKB pun, lanjut Heria, berkomitmen melanjutkan pembangunan RBRA secara bertahap dengan memperhatikan aspek pemerataan. Pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh kelurahan, terutama wilayah padat penduduk dan minim ruang terbuka, memiliki akses yang setara terhadap fasilitas ramah anak tersebut.
“Kami ingin setiap anak di Balikpapan, tanpa terkecuali, mendapat kesempatan yang sama untuk bermain, berekspresi, dan bersosialisasi dalam ruang yang aman dan mendidik. Karena kota yang baik adalah kota yang memuliakan anak-anaknya,” lanjutnya.
Selain membangun fasilitas baru, DP3AKB juga aktif mengedukasi masyarakat tentang pentingnya ruang bermain bagi tumbuh kembang anak. Pemerintah melibatkan tokoh masyarakat, kader PKK, forum anak, serta sekolah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung keberadaan RBRA.
Heria juga menyampaikan bahwa pihaknya terus mengidentifikasi potensi kolaborasi dengan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil untuk memperluas cakupan pembangunan. Ia berharap konsep RBRA dapat menjadi budaya bersama dalam membangun kota yang ramah anak.
“Kami dorong keterlibatan sejak awal. Masyarakat tidak hanya menjadi pengguna, tapi juga penjaga dan pengembang ide. Dengan begitu, RBRA akan terus berkembang sesuai kebutuhan lokal. Kita harus perkuat komitmen bersama dalam menciptakan masa depan yang lebih baik,” pungkasnya. (Adv/SUS)
Discussion about this post