Samarinda, Borneoupdate.com – Komisi III DPRD Kalimantan Timur menegaskan komitmen kuat untuk mereformasi tata kelola pertambangan di daerah. Dalam rapat kerja bersama mitra terkait, DPRD memfokuskan pembahasan pada empat isu strategis yang dianggap krusial. Yakni kuota produksi batu bara, reklamasi pasca tambang, optimalisasi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan penguatan Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Abdulloh, meminta sektor pertambangan harus berubah dari model eksploitasi menjadi pendorong kesejahteraan yang berkelanjutan. Di mana upaya reformasi tata kelola tambang perlu memasuki fase yang lebih serius. Masyarakat berharap, langkah ini segera terwujud dan memberi manfaat nyata bagi lingkungan serta kesejahteraan bersama.
“Kami tidak lagi bicara soal tambang sebagai sumber pendapatan semata. Tambang harus membawa manfaat langsung bagi masyarakat dan lingkungan. Karena itu, kami tekankan pentingnya reformasi menyeluruh,” ujarnhya, Jumat (11/07).
Abdulloh menyoroti fakta banyak perusahaan tambang masih belum sepenuhnya transparan dalam pelaporan produksi dan kontribusi sosial. DPRD pun menuntut sinergi yang lebih solid antara pemerintah daerah dan perusahaan tambang untuk memastikan distribusi manfaat secara adil. Agar dampak lingkungan tidak berakibat konflik horizontal seperti yang sering terjadi.
“Kami ingin pengawasan tidak lagi bersifat sporadis. Harus ada sistem pengawasan terpadu, termasuk audit kinerja lingkungan dan pelaksanaan CSR serta PPM di setiap wilayah operasi. Jadi masyarakat bisa merasakan dampak positif tambang,” jelasnya.
Menurut Abdulloh isu reklamasi pasca tambang juga mendapat perhatian khusus. Komisi III mendorong semua perusahaan memenuhi kewajiban reklamasi secara nyata dan bukan sekadar formalitas administrasi. Apalagi selama ini banyak sekali bekas tambang bertebaran. Di berbagai kabupaten terlihat kerusakan lingkungan akibat tambang yang sudah terlalu lama dibiarkan.
“Lubang tambang jangan jadi warisan untuk anak cucu. Kami mendesak setiap perusahaan bertanggung jawab menutup lubang tambangnya dengan standar lingkungan yang ketat. Namun persoalan ini ternyata belum juga terselesaikan,” tuturnya.
Abdulloh menyebut persoalan tambang tidak lagi tentang peningkatan penerimaan daerah. Tapi juga harus mempertimbangkan keberlanjutan sebagai fondasi pembangunan. Komisi III menilai, pendekatan ekonomi hijau harus segera menjadi paradigma utama dalam kebijakan pertambangan Kaltim. “Kalau kita ingin masa depan yang sehat dan makmur, kita harus mulai sekarang. Tambang harus jadi alat pembangunan, bukan sumber kerusakan,” pungkasnya. (Adv/SAN)
















Discussion about this post