Paser, Borneoupdate.com – Anggota DPRD Kabupaten Paser, Hamransyah menyatakan ketidaksepakatan dengan adanya kerjasama antara PT Bara Setiu Indonesia atau BSI, dengan PT Perkebunan Nusantara atau PTPN XIII. Kerjasama Izin Usaha Pertambangan (IUP) di lokasi Hak Guna Usaha (HGU) dinilai tumpang tindih.
“Untuk perubahan antara HGU dan IUP itu ruang peruntukannya harus melalui proses panjang. Sementara ini saya ga paham kok bisa cepat. Sebenarnya kami tidak setuju. Padahal awalnya HGU, kok sekarang ada IUP diatasnya,” kata Hamransyah, Kamis (6/4/2022).
Diketahui saat ini, penambangan batu bara PT BSI berdasarkan IUP yang dikantongi mulai 11 Desember 2018 lalu, hingga 10 tahun mendatang. Operasi produksinya, mencakup luasan 502,47 hektare. lokasinya berada di HGU PTPN XIII, yang penggunaannya akan berakhir pada 31 Desember 2023 mendatang.
Hamransyah menuturkan, seharusnya Negara tidak memberi izin terhadap perubahan peruntukan yang membuat terjadinya tumpang tindih pengelolaan lahan. Disisi lain, persoalan batas wilayah sejumlah Desa setempat juga masih berproses.
“Nah itu harusnya dijadikan dasar betapa peliknya pengaturan HGU dan IUP dilokasi yang sama. Menurut saya itu tumpang tindih. Masyarakat juga harusnya dilibatkan sebagai orang yang berhuni di kawasan setempat, apalagi masih belum jelas soal batas wilayah,” tambah Hamransyah.
Politisi Partai Gerindra ini turut menyinggung hal serupa, salah satunya perusahaan perkebunan di Kecamatan Batu Engau yaitu PT Pradiksi Gunatama. Pasalnya perusahaan tersebut mengantongi HGU perkebunan, namun sejumlah kalangan menyebut adanya penambangan batu bara di lokasi tersebut.
“Kita tidak sepakat seperti itu. Boleh dilakukan, tapi prosesnya panjang. Dia kan niat berkebun tapi garap batu bara. Seperti perusahaan-perusahaan di Petangis (Kecamatan Batu Engau). Dia yang garap kebun dia juga pemilik batu bara, bahkan di lokasi yang sama,” katanya.
Senada dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Paser, Achmad Safari. Ia menyatakan, aktivitas penambangan batu bara dilokasi perkebunan dimungkinkan namun harus menyesuaikan aturan.
Achmad menerangkan, salah satu turan yang wajib dilaksanakan yakni perjanjian kerjasama antara pihak yang mengantongi HGU perkebunan dengan pihak yang akan menambang. Kendati begitu, ia tidak mengetahui secara pasti kerjasama antar PT BSI dan PTPN XIII.
”Itu salah satu persyaratannya. Nah apakah saat ini BSI sudah mengikuti kaidah dan memenuhi persyarakatan itu. Kalau saya belum bisa dapatkan itu. Tetapi permasalahannya kan sorotan masyarakat terkait aktivitas disana,” kata Achmad.
Adanya syarat lain, yakni rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup, menurut Mantan Kepala Bidang Pencemaran dan Kerusahan Lingkungan DLH Kabupaten Paser itu, belum ia ketahui atau bukan saat ia menjabat sebagai Kepala DLH Kabupaten Paser.
“Kalau toh itu terjadi, itu bukan zaman saya saat ini. Kalau toh itu terjadi ya. Kita juga belum lihat juga ke lapangan,” tuturnya.
Diketahui, mencuatnya masalah ini setelah warga Desa Pasir Mayang, Kecamatan Kuaro, mendirikan pondok jaga tapal batas, tepat berbatasan langsung dengan area galian tambang batu bara PT BSI. pendirian pondok sejak Kamis (24/3/2022) lalu itu guna mencegah melebarnya aktivitas tambang.
Disisi lain, persoalan pendirian pondok jaga tersebut sebagai tanggungjawab warga dalam menolak perpanjangan HGU PTPN XIII yang segera berakhir. Selain itu masalah batas wilayah Desa yang diharapkan segera terselesaikan. (BHA)
Discussion about this post