Samarinda, Borneoupdate.com – Komisi I DPRD Kalimantan Timur menyoroti lambannya penyelesaian konflik agraria di daerah. Mekanisme birokrasi yang panjang dalam pengurusan sertifikat tanah dinilai menjadi pemicu utama berlarutnya sengketa hukum antar warga maupun antara masyarakat dengan pemerintah.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin mengatakan persoalan agraria tidak akan pernah selesai jika akar masalah berupa legalitas kepemilikan tanah tidak dibenahi. Ia melihat masyarakat terjebak dalam proses administrasi yang rumit, sementara pemerintah juga gagal memastikan aset milik negara memiliki kekuatan hukum tetap.
“Banyak tanah milik masyarakat yang sampai hari ini tidak bisa disertifikatkan karena prosesnya terlalu panjang. Akibatnya, tanah itu rawan disengketakan dan memicu konflik berkepanjangan,” ujarnya, Jumat (08/08).
Salehuddin mencontohkan, aset milik pemerintah daerah juga menghadapi persoalan serupa. Banyak aset berupa lahan maupun bangunan yang berdiri di atas tanah tanpa sertifikat. Kondisi itu membuka ruang gugatan dari pihak lain dan berpotensi merugikan negara. Maka Komisi I DPRD Kaltim meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mempercepat proses sertifikasi tanah. Baik untuk masyarakat maupun aset negara.
“Bayangkan, aset pemerintah yang seharusnya menjadi dasar pembangunan bisa digugat hanya karena tidak memiliki sertifikat. Ini masalah serius yang tidak bisa dibiarkan. Makanya perlu sekali penyederhanaan birokrasi,” jelasnya.
Menurut Salehuddin, pemerintah pusat sudah mendorong program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Namun di daerah, realisasinya masih terkendala teknis dan birokrasi. Selain menyederhanakan birokrasi, DPRD juga meminta adanya transparansi dalam pengelolaan aset pemerintah.
“Program PTSL seharusnya mempermudah, tapi di lapangan justru banyak warga mengeluh karena persyaratan yang tumpang tindih. Kami mendesak pemerintah daerah lebih serius menindaklanjuti instruksi pusat,” tuturnya.
Salehuddin mengingatkan agar instansi terkait tidak sekadar menginventarisasi, tetapi juga memastikan seluruh lahan milik negara memiliki sertifikat resmi. Karena Konflik agraria di Kaltim, menurut catatan DPRD, masih sering terjadi. Beberapa kasus melibatkan warga dengan perusahaan tambang, perkebunan, hingga pengembang perumahan. Namun, yang paling mendasar tetap pada persoalan legalitas tanah.
“Kalau aset pemerintah saja tidak jelas, bagaimana bisa kita bicara soal kepastian hukum bagi rakyat? DPRD akan mengawal agar aset negara benar-benar tercatat dan bersertifikat. Kami tidak menutup mata, konflik agraria di Kaltim cukup kompleks,” tambahnya. (Adv/SAN)
















Discussion about this post