Balikpapan, Borneoupdate.com – Ini memang tahun politik. Kontestan yang masuk Daftar Caleg Tetap (DCT) bersiap menjala suara. Mereka akan bersaing duduk di kursi wakil rakyat pada Pemilu 2024. Mulai tingkat kabupaten kota, provinsi hingga level pusat. Kami pun melakukan hal yang sama. Mencoba peruntungan memancing jumlah. Bedanya yang dipancing ini ikan agar pulang tak tangan hampa.
“Malu juga kita kalau dapat sedikit,” ujar kak Mai, yang memimpin kami di grup mancing. Pembicaraan itu sebelum malam terakhir trip mancing di Kepulauan Balabalakang, Sulawesi Barat. Memang dua malam sebelumnya ikan yang didapat belum memuaskan. Meski ada ikan tuna gigi anjing seberat 90 kg yang sudah terangkat di malam pertama.
Kapten kapal juga menjanjikan spot lain yang penuh ikan. Kali ini berjarak sekitar 6 mil dari Pulau Sabakatang. Spot itu juga sudah pernah mendatangkan hasil memuaskan bagi pemancing dari Kalteng. Ikan yang ada berjenis trakulu dan tongkol. Apalagi kami bukan tipe mengejar poin seperti pemancing kedalaman. Tapi berupaya mendapatkan hasil pancingan dalam jumlah besar.
“Targetnya satu orang naik lima ya baru boleh tidur,” kata kak Mai lagi. Artinya dengan jumlah pemancing 10 orang kami bisa mendapatkan sampai 50 ekor ikan. Permintaan ini disambut gelak tawa anggota grup. Mereka pun sama berharap hasil malam ini berakhir memuaskan. Setidaknya sudah ada usaha maksimal untuk memancing hasil besar.
Usai obrolan tadi, waktu maghrib pun tiba. Kami sholat berjamaah di musholla kapal. Lepas itu semua mulai bersiap melemparkan metal jig (umpan) ke laut. Kedalaman kali ini berkisar 70-100 meter. Tak lama berselang ikan terlihat berhasil diangkat. Rata-rata memang berjenis trakulu dan tongkol. Kadang ada juga barakuda dan tenggiri jadi selingan.
Belum sampai 1 jam sudah 5 ekor tongkol yang masuk. Hal itu bertepatan dengan keluarnya sajian makan malam dari kru kapal. Sebagian yang belum mendapat ikan memilih santap malam duluan. Sisanya meneruskan lemparan umpan ke laut. Jadilah makan sambil ditemani teriakan strike dari rekan pemancing.
Sekitar pukul 9 malam ikan hasil tarikan terus bertambah. Drum besar yang jadi tempat penampungan ikan tampak penuh. Kru kapal juga sibuk membantu menarik ikan dan melepas mata pancing. “Kita begadang malam ini. Besok baru tidur sekalian pulang,” ucap salah seorang kru kapal.
Namanya memancing sedikit atau banyak hasilnya tidak bisa ditebak. Malam itu pun sama. Ada kalanya tidak ada ikan yang tersangkut mata pancing. Tapi semua tetap berusaha mencapai target. Meski harus terus melawan kantuk semalaman. Ada sebagian yang sudah merebahkan diri dan meminta dibangunkan saat banyak tarikan.
Rupanya malam itu ikan berpihak pada kami. Bertubi-tubi rekan pemancing mendaratkan ikan ke kapal. Bahkan rata-rata mampu melebihi target. Ada yang sampai mendapatkan 15 ekor ikan selama mancing malam. Yang cukup mengagetkan tarikan hiu turut hadir sekitar pukul 2 malam. Hampir 1 jam berjibaku salah satu pemancing mendapati hiu. Mata pancing terkait di salah satu siripnya.
Kapten kapal pun meminta release (pelepasan) kepada kami. Karena sesuai aturan hiu terlarang untuk pemancing. Beda dengan sebagian nelayan yang menangkap hiu. Karena nilai ikan ini cukup tinggi di pasaran. Terutama pada siripnya yang menjadi bahan baku obat Alzheimer.
Menjelang subuh tarikan ikan belum juga usai. Kami pun bergantian sholat berjamaah. Selepas itu lanjut lagi mencoba peruntungan. Beberapa ikan masih sempat terangkat saat hari mulai terang. Kami pun berhenti melempar kail ke laut tatkala matahari bersinar terang.
“Alhamdulillah hasil kita banyak,” tutur kak Mai membuka obrolan pagi sambil menikmati kopi dan kue. Karena memang sedari awal targetnya adalah jumlah ikan. Mengingat sewa kapal ini cukup mahal. Maka hasil ikannya pun harusnya maksimal juga. “Ini bisa kita agendakan lagi tahun depan,” tambahnya.
Itulah cerita trip fishing 10-14 Desember di Sabakatang, Sulbar. Intinya utamakan aman di perjalanan dan tetap selamat sampai pulang. Cuaca akhir tahun sedang hujan dan berangin kencang. Karena ada kendala teknis perjalanan pulang molor sampai lebih dari 24 jam. Bahkan rekan kapten kapal di darat hampir melapor ke Basarnas tentang keberadaan kapal kami yang tanpa kabar. Salam lestari. (*)
Discussion about this post