Samarinda – Perizinan tambang batubara yang masih menjadi wewenang pemerintah pusat dinilai sangat menyulitkan dalam pengawasan di daerah.
Tambang ilegal masih marak terjadi di Kalimantan Timur (Kaltim) termasuk pada Kota Samarinda, sangat menyulitkan dalam pengawasan karena izin terbitan pusat tersebut sulit untuk dimonitor kebenarannya.
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Joha Fajal mengatakan sejak pemerintah pusat menarik semua izin pertambangan, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan.
Padahal, sebut Joha, dampak yang ditimbulkan akibat tambang Ilegal mulai dari jalan rusak, banjir dan kerusakan alam warga yang merasakan adalah daerah.
Menurutnya perizinan itu dapat dikembalikan ke pemerintah daerah, sekaligus juga kewenangan pengawasannya. Pasalnya daerah sebagai yang paling mengetahui kondisi dan lingkungan serta daerah pula yang pertama merasakan dampak buruknya.
“Ya memang kondisi kita ini kan sulit. Kenapa karena menyangkut masalah izin tambang dengan ditariknya ke pusat artinya kan kita kita tidak bisa apa-apa,” ungkapnya kepada awak media, Senin (7/11/2022).
Ia menerangkan kebijakan tersebut membuat dilema pemerintah daerah karena pusat tidak merasakan kondisi sebenarnya di daerah, tetapi mereka yang mengeluarkan izin nya.
Izin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui layanan online single submission (OSS) pengurusannya langsung dari pelaku usaha dan mendapatkan dokumen dari pusat menjadikan pemerintah daerah tidak mengetahui.
Belum lagi ujar Joha, banyaknya praktik dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penambangan padahal tidak memiliki dokumen, karena daerah sendiri tidak mengetahui izinnya ada atau tidak.
“Beralihnya kewenangan perizinan pertambangan di pemerintah pusat, tidak dapat melakukan pengawasan secara keseluruhan. Daerah juga kewenangan pengawasannya minim,” tegasnya.(adv/dprdsamarinda
Discussion about this post