Balikpapan – Pukul 13.25 kami bersiap menyeberang ke kota minyak. Kali ini dua speed saja yang melaju beriringan. Sekitar 30 menit di atas laut kami tiba kembali di pelabuhan Semayang. 4 mobil kembali bersiap menuju pesantren yang menjadi amal usaha Muhammadiyah Balikpapan tersebut. Di sana sudah menunggu ratusan santri bersama para guru.
Kami memutuskan lewat jalur ruas jalan kilang Pertamina tanpa harus ke tengah kota. Kini 4 mobil beriringan mulai mengaspal. Lalu lintas terlihat cukup ramai namun tidak sempat terjadi kemacetan di perjalanan. Dalam 30 menit kami pun tiba di pesantren al Mujahidin. Terlihat para guru dan pengurus pesantren menyambut di depan gedung utama. Prof. Mu’ti bersama PW Muhammadiyah Kaltim bersantai sejenak di ruang pimpinan pondok.
Usai ramah tamah, Prof. Mu’ti menuju masjid al Mujahidin untuk bertemu para santri. Langkah kaki saya turut mengawal beliau. Kali ini hanya santri kelas 7,8, 10 dan 11 yang ada. Karena santri di kelas 9 dan 12 sudah menyelesaikan ujian sekolah dan kembali ke rumah masing-masing. Memasuki teras masjid terlihat ratusan santri sudah berada di dalam. Mereka duduk berbaris rapi dalam kelompok putra dan putri.
“Kita hidup dalam kondisi serba terbuka. Maka dunia itu akan dipimpin oleh mereka yang punya kualitas, kekuatan dan kompetensi. Nah santri harus siap mempunyai itu. Terus bersaing untuk mendapatkannya,” ujar Prof. Mu’ti dihadapan para santri.
Beliau menyebutkan 4 kekuatan yang perlu dimiliki para santri. Yakni kekuatan aqidah, ilmu, ekonomi dan persatuan. Dasar dari kekuatan itu berada pada ilmu. Maka untuk menguasal ilmu itu juga memerlukan 2 kunci. Yaitu cinta terhadap ilmu dan sabar dalam proses memperoleh pengetahuan.
“Kuncinya adalah dengan ilmu. Semua aspek yang saya sebutkan tadi harus ada ilmunya. Mau soal agama, ekonomi, persatuan atau lainnya akan percuma kalau tidak punya ilmu. Banyak orang sukses karena dia ada ilmu,” tuturnya lagi.
10 menit menjelang azan ashar, Prof. Mu’ti mengakhiri dialognya bersama para santri. Para guru dan santri mengambil wudhu dan bersiap sholat berjamaah. Usai sholat ashar beliau menyempatkan silaturahmi bersama guru dan pengurus pesantren al Mujahidin. Mengingat di sore hari beliau sudah harus kembali terbang menuju ke Jakarta.

Sekitar 40 orang hadir dalam pertemuan dengan Prof. Mu’ti. Dihadapan mereka beliau mengingatkan pentingnya upaya membangun branding pesantren. Mengingat institusi ini merupakan pusat dakwah, pendidikan dan pemberdayaan. Maka Muhammadiyah melalui kader-kadernya di daerah menjadikan hal itu sebagai salah satu ikhtiar dakwah. Di mana pesantren menjadi tempat mendidik dan mengkader generasi penerus.
“Jadi setiap pesantren Muhammadiyah harus punya branding. Itu yang menjadi nilai lebih kita di hadapan masyarakat. Kita punya pesantren sains di Sragen. Ada kader kita Agus Purwanto yang jadi gawangnya. Bahkan bikin buku yang judulnya nalar ayat-ayat semesta,” tuturnya.
Abdul Mu’ti menilai minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke pondok pesantren terus meningkat. Hal itu seiring dengan peningkatan di tiga segi. Yakni kesadaran umat, pertumbuhan ekonomi keluarga muslim dan peningkatan kualitas dari para kader yang mengurus pesantren Muhammadiyah.
“Maka ini jadi tantangan kita bersama. Tidak sama memang kondisi di Jawa dengan Kalimantan. Tapi yang penting terus ada usaha meningkatkan kualitas. Baik manajemen maupun SDM para guru yang mengajar,” imbuh guru besar pendidikan Islam di UIN Jakarta ini.
Dirinya menambahkan, perkembangan dunia pendidikan menuntut kompetisi dan kompetensi dari para pelakunya. Maka para pengurus dan guru di pesantren perlu memiliki semangat dan kesabaran dalam proses di lapangan. Mengingat persaingan di dunia pendidikan terus meningkat. Sehingga pesantren Muhammadiyah harus mampu bersaing dengan para kompetitor.
“Yang penting bapak ibu tetap sabar mengajar di pondok pesantren ini. Karena hasil itu tidak ada yang langsung jadi. Semua ada prosesnya. Jadi harus bisa menemukan apa branding unggulan yang terbaru. Selama ini kan rata-rata tahfidz dan sejenisnya,” tutup beliau.
Acara pun berakhir. Kami bersiap mengantarkan Prof. Mu’ti menuju bandara SAMS karena waktu sudah menunjukkan pukul 16.15 mengingat lalu lintas di sore hari biasa cukup ramai. “Alhamdulillah tuntas,” tulis Solihin di grup Kokam sambil memposting foto bersama beliau. Ketika itu mereka sempat berfoto di pintu masuk keberangkatan.
Rombongan kami pun berpisah menuju rumah masing-masing. Satu mobil avanza menuju Sebulu, Kukar. Kemudian rombongan PW Muhammadiyah Kaltim kembali ke Samarinda. Bagi Iwan lebih jauh lagi. Karena dia masih harus menempuh jalur laut untuk menyeberang ke Penajam Paser Utara. “Ayo siapkan judul lagi untuk kegiatan selanjutnya,” ujarnya sambil menyalamiku dan anggota Kokam di Balikpapan. (FAD)
















Discussion about this post