Balikpapan, Borneoupdate.com – Sebuah kejadian bencana selalu identik dengan bantuan bagai saudara kembar yang tidak terpisahkan. Mulai dari bantuan tanggap bencana seperti logistik makan dan minum hingga material fisik untuk membangun kembali rumah maupun fasilitas umum yang rusak. Di titik ini, puluhan lembaga kemanusiaan bisa turun ke lokasi bencana dan memberikan bantuan kepada warga terdampak secara langsung di lapangan.
Tapi di sisi lain kegiatan bantuan tidak bisa berhenti hanya di titik pemenuhan kebutuhan saat tanggap darurat. Ada bantuan yang tidak kurang pentingnya bagi masyarakat terdampak setelah tanggap bencana dinyatakan selesai. Hal ini yang menjadi perhatian dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Kaltim yang menutup posko tanggap darurat bencana banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan setelah menugaskan 142 relawannya secara bergantian selama satu bulan terakhir.
“Kita tetap melanjutkan program recovery pasca bencana di HST. Jadi tidak ada istilah bantuan berhenti. Ini juga sudah dekat bulan Ramadhan,” ujar Iwan Sulistia, Sekretaris Kokam Kaltim, saat ditemui di pos koordinasi relawan (Poskor) Muhammadiyah beberapa waktu lalu.
Ia menjabarkan bahwa jenis bantuan bukan terbatas pada penyerahan uang, makan, minum hingga fisik bangunan. Tetapi juga diperlukan pendampingan psikologis kepada warga masyarakat terdampak banjir yang prosesnya bisa lebih lama dibanding tanggap darurat. Apalagi Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah juga berfungsi memberikan pengajaran Islam kepada masyarakat.
“Makanya yang kami tutup hanya posko tanggap darurat bencananya saja. Masih ada program recovery pasca bencana sebagai kelanjutannya. Rencananya akan ada pengiriman da’i ke sejumlah desa yang terdampak cukup parah. Ini masih kami koordinasikan dengan Muhammadiyah HST,” lanjutnya.
Iwan menyebutkan ada beberapa desa di pegunungan meratus seperti Patikalain, Papagaran dan Datar Ajab yang akan menjadi pusat recovery pasca bencana. Ketiganya termasuk mengalami dampak cukup parah saat bencana banjir dan tanah longsor melanda kawasan pegunungan meratus di HST. Ditambah lagi untuk mencapai ketiga desa harus melalui medan jalan yang cukup terjal, dengan fasilitas listrik dan komunikasi yang terbatas.
“Disini fungsinya dakwah. Ada da’i yang melanjutkan pendampingan masyarakat. Jadi dakwah bukan sekedar pengajian tapi juga ekonomi dan pendidikan. Kita perlu itu untuk menjaga aqidah masyarakat,” tuturnya.
Secara terpisah, Ketua Poskor Muhammadiyah HST, Eri Nurrohman mengatakan pihaknya siap menyambut dan bersinergi dengan program recovery pasca bencana dari MDMC Kaltim di Kalsel. Apalagi MDMC Kaltim telah berpengalaman membantu penanganan bencana di NTB dan Sulawesi Tengah. Sehingga HST diharapkan bisa mencontoh manajemen tanggap bencana yang sudah diperlihatkan oleh MDMC asal Kaltim.
“Kami jelas sangat terbantu dengan keberadaan tim relawan MDMC Kaltim. Pengalaman yang mereka miliki sangat bermanfaat bagi kami yang ada di sini. Tapi jangan lupa jua relawan kita ini tahan kada makan, kada guring, tapi ada jua yang kada tahan kadada internet,” kelakarnya saat berbincang di sela-sela penutupan Poskor Kaltim di HST.
Selain persoalan bencana banjir dan tanah longsor, HST juga dihadapkan dengan ancaman degradasi lingkungan akibat kegiatan pertambangan batu bara di kawasan pegunungan meratus. Karena dari delapan kabupaten di Kalsel yang masuk wilayah Meratus, cuma Kabupaten HST yang belum tersentuh pertambangan batu bara. Sehingga kawasan ini jelas menjadi incaran perusahaan besar dan kecil untuk mendapatkan izin penambangan di daerah ini.
Mengutip savemeratus.com, data Pusat Sumberdaya Geologi Departemen Pertambangan dan Energi menyebutkan cadangan batu bara dua kecamatan di HST yang berada di pegunungan meratus. Yakni Kecamatan Batang Alai Timur dengan 15 juta ton dan 300 ribu ton di Kecamatan Haruyan. Dimana ada dua perusahaan besar sebagai pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di HST. Yakni PT Antang Gunung Meratus (AGM) dengan luasan 3.242 hektar dan PT Mantimin Coal Mining (MCM) seluas 1.964 hektar.
Izin pertambangan batubara tentunya bisa berdampak pada kegiatan pertanian yang menjadi profesi mayoritas warga HST. Karena area konsesi pertambangan batubara semuanya bermuara ke Sungai Batang Alai yang merupakan sungai utama sebagai sumber irigasi petani. Sementara bendungan Sungai Batang Alai yang ada mampu mengairi 6.223 Ha sawah dari ribuan petani. (FAD)
Discussion about this post