Borneoupdate.com – Konsep restoratif justice telah menjadi bagian integral dari penegakan hukum, termasuk dalam penanganan narapidana. Konsep restorative justice mulai digunakan sejak tahun 2012. Secara historis pada tahun 1970-an, program restoratif justice pertama kali diperkenalkan sebagai alternatif untuk sistem peradilan pidana tradisional. Program ini melibatkan mediasi antara pelaku dan korban, dengan tujuan memulihkan hubungan dan mempromosikan pemahaman dan empati. Pendekatan ini menekankan pada pemulihan dan reintegrasi narapidana ke dalam masyarakat, bukan hanya hukuman. Keberadaan restorative justice dalam penegakan hukum pidana ialah mencoba menghilangkan stigma hukum pidana yang bermula sebagai penghukuman menjadi pembinaan dan pemulihan.
Selain itu, sebelum adanya konsep restorative justice banyak penanganan dan penegakan hukum di Indonesia masih belum berasas kemanusiaan. Salah satunya adalah fenomena lembaga pemasyarakatan yang overcrowded atau kelebihan kapasitas menjadi salah satu tantangan utama dalam sistem hukum kita. Dengan pendekatan restoratif justice, kita dapat mengatasi masalah ini. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan korban, pelaku, dan komunitas yang terkena dampak. Restoratif justice menawarkan solusi alternatif yang lebih manusiawi dan efektif. Dengan pendekatan ini, narapidana diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan berkontribusi kembali ke masyarakat. Ini adalah langkah maju yang signifikan dari pendekatan hukuman tradisional yang sering kali tidak efektif dan berdampak negatif pada individu dan masyarakat. Pendekatan restoratif juga membantu mengurangi beban pada lembaga pemasyarakatan yang sudah penuh sesak. Dengan fokus pada rehabilitasi dan reintegrasi, jumlah narapidana yang kembali ke penjara dapat berkurang, sehingga mengurangi overcrowding.
Pelayanan publik dalam pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan memiliki peran penting dalam mewujudkan keadilan restoratif. Pendekatan ini menekankan pada pemulihan dan reintegrasi narapidana ke dalam masyarakat, bukan hanya hukuman. Dalam konteks ini, pelayanan publik berperan sebagai fasilitator dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi. Untuk mencapai tujuan dari pelayanan dan pembinaan narapidana yang berasas restorative justice ialah dengan pendekatan individu dan hubungan interpersonal narapidana itu sendiri. Secara individu pemulihan fisik dan mental seorang narapidana penting untuk dilakukan agar nantinya ketika masa tahanan narapidana telah habis, mereka bisa dengan nyaman dan percaya diri untuk kembali ke masyarakat.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara lembaga pemasyarakatan menyediakan bimbingan konseling, hingga pelatihan skill baru. Konseling terhadap narapidana dapat menjadi salah satu cara untuk memulihkan secara mental narapidana yang kebanyakan merasa menyesal setelah melakukan tindak pidana. Selain itu, cara lain ialah dengan mempersiapkan narapidana untuk bisa kembali ke masyarakat ialah dengan memberikan pelatihan skill. Hal ini selain akan meminimalisir narapidana menjadi residivis, tetapi juga memberikan kesempatan untuk narapidana mendapatkan kehidupan yang baru.
Restoratif justice menekankan pada pemulihan hubungan antara narapidana, korban, dan masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan publik harus memfasilitasi dialog dan mediasi antara pihak-pihak ini. Ini bisa melibatkan pertemuan komunitas, program dukungan peer, dan lainnya. Sebagai fasilitator, pelayanan publik memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi dialog dan mediasi antara pihak-pihak yang terlibat. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemahaman dan empati, dan pada akhirnya, pemulihan dan reintegrasi. Dialog dan mediasi ini bisa melibatkan berbagai aktivitas. Salah satunya adalah pertemuan komunitas. Dalam pertemuan ini, narapidana, korban, dan anggota masyarakat diberi kesempatan untuk berbicara dan mendengarkan satu sama lain. Mereka dapat berbagi pengalaman, perasaan, dan harapan mereka. Melalui proses ini, mereka dapat memahami dampak tindak pidana dan apa yang dibutuhkan untuk pemulihan. Program dukungan peer juga bisa menjadi bagian penting dari proses ini. Dalam program ini, narapidana dapat mendapatkan dukungan dari orang-orang yang memiliki pengalaman yang sama. Mereka dapat belajar dari satu sama lain dan membantu satu sama lain dalam proses rehabilitasi dan reintegrasi. Dukungan peer ini bisa sangat berharga, karena mereka dapat merasakan bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan mereka.
Meski restoratif justice menawarkan pendekatan yang berpotensi revolusioner dalam penanganan narapidana, ada beberapa argument pro dan kontra. Alasan yang mendukung pendekatan restoratif justice dalam penanganan tindak ialah karena fokusnya pada pemulihan dan reintegrasi. Pendekatan ini mengakui bahwa tindak pidana merusak hubungan dan keseimbangan dalam masyarakat, dan berusaha untuk memperbaiki kerusakan ini. Ini berarti memberikan kesempatan kedua bagi narapidana dan membantu mereka kembali ke masyarakat dengan cara yang positif dan produktif. Selain itu keterlibatan masyarakat yang bertujuan untuk membangun pemahaman dan empati, dan pada akhirnya, masyarakat yang lebih kuat dan lebih aman.
Sementara itu, untuk yang kontra kekhawatiran bahwa restoratif justice bisa berpotensi membuat narapidana mengulangi tindak pidana. Meski pendekatan ini berfokus pada rehabilitasi dan reintegrasi, ada kemungkinan bahwa beberapa narapidana mungkin tidak sepenuhnya memanfaatkan kesempatan kedua ini dan akhirnya kembali ke jalur kriminal. Ini adalah tantangan nyata yang perlu diatasi, dan membutuhkan pemantauan dan dukungan berkelanjutan untuk memastikan bahwa narapidana benar-benar berubah dan tidak kembali ke kehidupan kriminal. Kemudian masih banyak masyarakat yang belum paham terhadap restoratif justice. Banyak orang masih memandang hukuman sebagai tujuan utama sistem peradilan pidana, dan perubahan paradigma ini membutuhkan waktu dan pendidikan. Ini bisa menjadi tantangan besar dalam implementasi restoratif justice. Pendidikan dan advokasi diperlukan untuk membantu masyarakat memahami nilai dan manfaat restoratif justice. Pemberian restoratif justice yang kadang tidak adil. Dalam beberapa kasus, mungkin ada persepsi bahwa pelaku mendapatkan ‘jalan keluar yang mudah’, sementara korban mungkin merasa bahwa keadilan belum sepenuhnya dilayani. Ini adalah tantangan yang kompleks yang membutuhkan pendekatan yang hati-hati dan peka terhadap kebutuhan dan perasaan korban.
Walaupun memang masih terdapat pendapat pro dan kontra akan hal ini, tentu diperlukan adanya kerja sama dan dukungan dari berbagai elemen untuk mencapai tujuan dari resoratif justice. Dengan pendekatan ini, kita dapat menciptakan sistem hukum yang lebih adil, efektif, dan manusiawi.
Ditulis Oleh : Albriyan Mohammad Fabriyanto ( Taruna Utama STB4796 Prodi Manajemen Pemasyarakatan )
Discussion about this post