SAMARINDA – borneoupdate.com, Banjir yang terus terjadi di wilayah perbatasan antara Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kembali memicu spekulasij terkait sumber dan pola penyebabnya. Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Salehuddin, menegaskan bahwa penyebab utama banjir tidak bisa dilihat secara parsial, melainkan perlu ditinjau dari aspek topografi dan lemahnya sistem mitigasi lintas wilayah.
“Dari awal saya katakan terkait banjir, perubahan iklim, longsor, dan segala macam, yang paling penting itu mitigasinya. Kenapa? Karena sesuai dengan topografi Samarinda dan Kukar, kita tidak bisa menutup mata bahwa banyak perbukitan dan aktivitas tambang di sana,” jelas Salehuddin beberapa waktu lalu.
Ia menyoroti bahwa penyelesaian masalah banjir tidak cukup hanya dilakukan di satu wilayah saja. Perlu ada sinergi antara pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota agar upaya mitigasi bencana bisa dilakukan secara menyeluruh dan efektif. Tanpa itu, kata dia, persoalan banjir akan terus berulang setiap tahun.
“Kutai Kartanegara itu topografinya dominan rawa-rawa. Jadi banjir tahunan atau dua tahunan itu hampir pasti terjadi. Kalau mitigasi jelas, koordinasi antarinstansi jalan, saya pikir bisa kita antisipasi,” lanjutnya.
Salehuddin juga menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor, seperti antara Dinas PUPR, Dinas Perhubungan, hingga Badan Perindustrian dan Perdagangan. Sebab, dampak banjir tidak hanya menyasar infrastruktur, tetapi juga mempengaruhi distribusi logistik dan ketersediaan sembako di masyarakat.
“Ketika jalur putus karena banjir, sembako jadi langka. Ini bukan semata urusan air naik, tapi juga persoalan ekonomi rakyat. Jadi mitigasi itu harus holistik, tidak sektoral,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak realistis jika pemerintah menargetkan wilayah seperti Samarinda menjadi zona bebas longsor atau Kukar bebas banjir. Hal ini bertentangan dengan kondisi geografis dan pemukiman warga yang sebagian besar berada di bantaran sungai, terutama di daerah seperti Jonggon, Kukar.
“Makanya, solusi bukan menghilangkan banjir total, tapi bagaimana memperkuat mitigasi agar dampaknya tidak fatal. Kita butuh perencanaan jangka panjang yang berangkat dari data topografi dan kebiasaan masyarakat,” tutup Salehuddin.(adv-dprd kaltim/sd)
















Discussion about this post