Samarinda, Borneoupdate.com – DPRD Kota Samarinda mendukung penggunaan Seragam sekolah memiliki aturan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud ristek) Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, kini siswa juga diharuskan mengenakan pakaian adat di sekolah. Namun lembaga wakil rakyat ini tetap harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di daerah.
Hal tersebut juga mendapat tanggapan dari Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Sri Puji Astuti, yang mengatakan Kebijakan tersebut masih memiliki beberapa catatan dalam penerapannya di Kalimantan Timur khususnya di Kota Samarinda.
Menurutnya, Samarinda sebagai daerah yang heterogen terdiri atas dari berbagai suku dan ras. Sebut dia, terkait perbedaan tersebut perlunya pengaturan terkait ketentuan model pakaian adat sekolah di Samarinda.
“Ya, kita tahu Samarinda itu masyarakatnya majemuk, terdiri dari berbagai suku. Jadi ini perlu kita atur pakaian adat apa yang digunakan, apakah pakaian adat Kutai, Dayak, Banjar, Bugis atau yang lainnya,” tuturnya saat ditemui awak media di Kantor Sekretariat DPRD Samarinda, Senin (21/11).
Sri Puji Astuti menerangkan kebijakan penggunaan baju adat di sekolah tersebut merupakan peraturan pemerintah pusat yang bertujuan untuk meningkatkan kesetaraan antar pelajar tanpa memandang latar belakang sosial. Menumbuhkan rasa nasionalisme, persatuan serta pendidikan karakter siswa untuk mencintai kebudayaannya.
Namun ia menanggapi, terkait penerapan kebijakan tersebut apakah tidak menyulitkan siswa dan memberatkan orang tua. Belum lagi kondisi pendidikan kita di daerah pedalaman yang notabenenya jauh dari kota.
Misalnya saja dicontohkan Puji, ketika nanti siswa suku Banjar yang harus mengenakan pakaian adat Dayat, terkait atribut pakaian adat yang banyak menjadi perhatian kiranya para siswa bisa tetap nyaman dan leluasa dalam beraktivitas belajar.
“Pakaian adat ini akan sulit diterapkan di Kota Samarinda dengan kondisi daerah yang memiliki banyak suku bangsa. Kemudian kesiapan para pelajar dan orang tua untuk mempersiapkan baju adat nantinya, serta kondisi masyarakat kita di daerah yang jauh dari kota,” ungkapnya.
Politisi Partai Demokrat ini menilai, pengkajian kebijakan tersebut lebih lanjut harus dilakukan oleh pemerintah daerah guna menyesuaikan implementasinya sesuai dengan kondisi dan budaya di daerah.
Menurutnya, Kota Samarinda masih sulit untuk menerapkan kebijakan tersebut dengan kondisi ekonomi masyarakat yang baru pulih dan yang tidak mampu untuk membeli pakaian adat.
“Saran saya terkait kebijakan tersebut jangan sampai menghambat siswa dalam kegiatan belajar mengajar serta ketidakmampuan para orang tua untuk memenuhinya,” tegasnya. (ANA/adv/DPRD Samarinda)
Discussion about this post