Balikpapan, Borneoupdate.com – Pendidikan di pesantren identik dengan kumpulan santri di lingkungan dan waktu yang bersamaan. Namun kondisi pandemi Covid-19 cukup mengubah pola pembelajaran normal yang selama ini dijalani. Demi keselamatan para santri, pengelola pesantren pun memulangkan mereka untuk memulai kegiatan pembelajaran secara jarak jauh menggunakan telepon pintar. Disinilah tantangan dimulai, para guru di pesantren dituntut bisa memanfaatkan teknologi untuk mentransfer ilmu kepada santri tanpa bertatap muka secara langsung.
Kepala SMP Muhammadiyah 3 yang bernaung di bawah Pesantren al Mujahidin Balikpapan, Kalimantan Timur, Juhriansyah mengakui adanya kendala yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar di masa pandemi. Utamanya saat sebagian para ustadz harus menyesuaikan diri terhadap penggunaan teknologi semisal zoom meeting dan google classroom sebagai perangkat mengajar.
“Mungkin ustadz yang berusia muda masih cepat menyerap penggunaan aplikasi daring untuk mengajar. Beda lah kalau ustadz yang mungkin sudah tua,” ujarnya saat media ini berkunjung ke pesantren milik organisasi Muhammadiyah tersebut.
Awalnya lanjut Juhriansyah, ada rasa sulit yang dihadapi para guru yang terbiasa mengajar secara langsung di kelas. Maka pihak sekolah pun bergerak cepat dengan menyusun tim pendamping bagi guru yang akan mengajar secara daring. Termasuk penjadwalan ulang kegiatan belajar di sekolah menyesuaikan protokol kesehatan yang diberlakukan oleh pemerintah setempat.
“Pola kita selama ini memang langsung tatap muka. Tapi kondisi menuntut kita juga berubah. Jadi semua disini harus saling mendukung baik guru maupun tim IT di sekolah. Alhamdulillah kami pun sudah menjalaninya setahun terakhir,” tuturnya lagi.
Kendala lainnya menurut Juhriansyah terjadi pada jaringan internet yang digunakan di sekolah maupun para santri di rumahnya masing-masing. Apalagi domisili asal para santri di pesantren al Mujahidin ini banyak juga yang berada di daerah dengan koneksi internet terbatas. Bahkan mereka harus menunggu jaringan stabil berhari-hari sebelum bisa mengirimkan tugas sekolah.
“Kita di sekolah memaklumi kondisi internet yang tidak sama. Beda lah kalau yang rumahnya di kota dengan pedesaan. Makanya batas pengiriman tugas tidak mengikat asalkan mereka terus berusaha aktif ikut belajar,” jelasnya.
Juhriansyah juga menyadari kondisi pandemi Covid-19 memaksa terjadinya perubahan pola belajar termasuk mempengaruhi interaksi para santri dan ustadz. Ditambah lagi alat ukur kemajuan santri dalam pembelajaran cukup sulit dicapai karena kondisi new normal membuat pembelajaran dilakukan secara jarak jauh.
“Di pesantren kan juga ada hafalan al Qur’an dan hadist. Sulit juga mengetahui benar tidaknya bacaan saat setoran secara daring. Kan itu dinilai dari teknik pengucapan huruf saat di depan ustadznya,” terangnya.
Pria asal Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, ini berharap pembukaan sekolah secara tatap muka bisa segera dilakukan. Meski ia juga mengakui hal itu tentunya menyesuaikan kebijakan dari pemerintah setempat dan kondisi terkini perkembangan kasus Covid-19 di Balikpapan. Termasuk kesiapan sekolah menerapkan protokol kesehatan bagi santri beserta alat pendukungnya sesuai standar yang ditetapkan Satgas Covid-19.
“Harapannya tentu ingin keadaan kembali normal seperti biasanya dan pandemi ini segera berakhir. Tapi kami juga harus siap menerapkan perubahan prilaku bagi ustadz maupun siswa saat tatap muka diperbolehkan,” tutupnya. (FAD)
Discussion about this post