Balikpapan, Borneoupdate.com – Mendung masih belum beranjak dari langit. Meski hujan yang turun sejak Jumat (07/01) siang berangsur reda. Air dari langit ini sudah menyiram bumi hingga menjelang adzan ashar. Saya pun menuju masjid pesantren al Mujahidin di dekat rumah. Saat menginjakkan kaki di dekat pos satpam tampak beberapa mobil terparkir. Dari barisan kendaraan roda empat ini ada mobil fortuner putih yang tidak asing bagiku.
Kaca mobil di pintu sopir pun diturunkan. Muncul wajah seorang teman yang sudah sering bertemu. Kami pun bersalaman. “Aku sholat ashar dulu ya,” ujarku singkat. “Siap aman aja tak tunggu,” jawabnya. Teman ini juga usai mengantarkan anaknya yang bersekolah di pesantren tempatku menumpang sholat. Sehari sebelumnya kami sudah sepakat berangkat bersama ke kampung Jambuk Makmur, Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat.
Setelah sholat, kami pun bersiap melakukan perjalanan. Ada 5 orang yang tergabung dalam mobil Fortuner milik Iwan Sulistia dari Kabupaten PPU ini. Dia juga menjabat Sekretaris Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) Kaltim. Jumlah kami masih bertambah dengan 4 orang lainnya yang bergabung dari Samarinda menuju lokasi yang sama. Inilah awal mula perjalanan kembali menyusuri jalan poros Kaltim. Kali ini kami tergabung dalam program “Khitanan Keliling” untuk daerah pedalaman.
Sekitar pukul 5 sore, pria yang dulu merupakan adik kelasku di pondok pesantren al Mujahidin Balikpapan ini mulai mengemudikan mobilnya. Rombongan kami pun mengaspal membelah jalanan dari kota minyak menuju Kabupaten Kutai Barat. Di tengah-tengahnya masih ada Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara yang akan kami lewati.
Satu jam perjalanan kami singgah mengisi perut di rumah makan “Tahu Sumedang”. Tampak tempat makan ini tidak seramai dahulu. Mungkin karena cuaca yang sedang hujan. Mungkin juga karena sudah ada jalur tol yang memangkas waktu perjalanan menuju Samarinda dan sekitarnya menjadi 1 jam. Biasanya tempat parkir disini penuh dengan kendaraan baik roda 2 maupun 4. Utamanya saat makan siang dan malam.
“Biasa penuh orang makan jam segini,” kataku. “Mungkin sudah ada tol jadi mereka lebih pilih lewat sana,” sambung Iwan. Tak lama hidangan pun tersaji. Lumayan mengganjal perut dan menghangatkan badan di tengah suhu udara yang cukup dingin. Kami berlima mulai melahap makanan beserta minumannya.
Setelah itu perjalanan pun berlanjut. Karena tidak lewat tol kami melintasi bukit Soeharto. Kawasan ini sejak dulu menjadi pusat lalu lintas dari wilayah selatan Kaltim menuju kabupaten kota lainnya di Kaltim. Sepanjang jalan pepohonan mengisi penglihatan di kiri kanan. Banyak juga bekas pohon tumbang karena angin kencang dan hujan deras sejak beberapa bulan terakhir. Kontur jalanan berliku dan menanjak mendominasi jalur ini. Para pengemudi yang melintas harus berhati-hati terutama saat berpapasan dengan kendaraan lainnya.
Sekitar pukul 7 malam sampailah di masjid Cheng Hoo. Di sini kami menunaikan sholat magrib dan isya secara jamak sebelum melanjutkan perjalanan. Perkiraan waktu tempuh dari Balikpapan menuju Bongan, Kutai Barat, sekitar 7-8 jam. Namun informasi terakhir menyebutkan titik kerusakan jalan terus bertambah. Kondisi ini bisa memperlama waktu perjalanan. Sebenarnya mencapai Bongan lebih dekat melalui Kabupaten PPU. Namun jalanan yang rusak parah membuat kami tidak memilih jalur tersebut.
Waktu menunjukkan pukul 10 malam. Adanya rasa kantuk membuat Iwan meminggirkan mobilnya untuk beristirahat sejenak. Kami pun singgah di masjid al Ihya’ yang berada di Kecamatan Loa Ipuh Darat, Kabupaten Kukar. Rombongan dari Samarinda sempat menelepon dan menanyakan lokasi kami. Jadi diputuskan menunggu mereka agar bisa berangkat bersama.
“Ayo kita ngopi,” ujar Rohiman kemudian. Pria asal Kota Baru, Kalsel, ini dengan sigap mengeluarkan kompor jinjing yang dibawanya. Dia juga menyiapkan kopi sachet dan pop mie yang dibelinya saat mengisi BBM di km 28 Samboja, Kukar. Sementara saya dan 3 teman lainnya merebahkan diri sejenak untuk meluruskan pinggang.
Tidak berapa lama sampailah rombongan dari Samarinda menyusul kami. Ada empat orang yang berada dalam mobil Triton milik Universitas Muhammadiyah Kaltim ini. Salah seorang dari mereka membawakan nasi kotak dan snack. Pembicaraan menjadi lebih hangat diselingi canda tawa dari teman-teman yang baru hadir.
Waktu menunjukkan hampir jam 12 malam. Mengingat lokasi tujuan masih jauh kami mulai bersiap melanjutkan perjalanan. Informasi banyaknya titik kerusakan jalan pun ada benarnya. Mobil rombongan tidak bisa melaju kencang akibat lubang menganga secara merata. Di tambah lagi tidak ada jalur alternatif selain yang kami lewati. Jadilah mobil bergoyang-goyang mengikuti besar kecilnya lubang yang menganga. Air hujan pun cukup setia menemani di perjalanan.
Mendekati pukul 3 subuh, rombongan memilih singgah di sebuah musholla di desa Muara Leka masih dalam Kabupaten Kukar. Informasi google maps menunjukkan waktu tempuh masih tersisa 2 jam lagi. Jadi kami memutuskan tidur disini. Dua jam terlelap azan subuh pun berkumandang membangunkan kami yang sempat tertidur melepas lelah.
Perjalanan kami ke lokasi khitanan massal masih berlanjut, Sabtu (08/01). Usai sholat subuh kami pun bersiap melanjutkan perjalanan menuju desa Jambuk Makmur, Bongan, Kabupaten Kubar. Waktu tempuh menuju lokasi masih sekitar 2 jam. Dua mobil mulai beriringan mengaspal di jalan poros Kaltim ini. Perjalanan sempat terhenti sejenak untuk membantu mobil pick up yang terjebak di lumpur.
Akhirnya pukul 07.30 WITA sampai juga di lokasi acara. Saya pun menelpon pak Suto yang menjadi penanggung jawab medis di acara khitanan massal. Semula pihak medis akan menggunakan fasilitas posyandu desa. Tempat itu sudah lengkap dengan ranjang dan toilet bagi peserta. Namun ternyata kunci pintu depannya terbawa pulang oleh salah satu petugas posyandu. Akhirnya kami menggunakan gedung bulu tangkis milik desa sebagai pengganti.
Tidak ada ranjang disini. Jadi peserta dikhitan dalam kondisi berbaring di lantai lapangan bulu tangkis yang sudah dibersihkan sebelumnya. Gedung yang cukup tinggi ini juga memiliki sirkulasi udara cukup lancar tanpa perlu pendingin ruangan. Rombongan kami pun mempersiapkan lokasi acara. Mulai memasang spanduk, konsumsi hingga paket souvenir yang akan dibawa pulang peserta.
Peserta pun mulai berdatangan. Komandan KOKAM Kaltim, Tamam Habibi, menyediakan dirinya sebagai penjaga pendaftaran. Pria bertubuh tinggi besar ini tampak sigap mengoperasikan laptop dan melayani peserta yang melakukan registrasi ulang. Para pengantar juga dimintanya menyerahkan fotokopi kartu keluarga dan tetap mematuhi protokol kesehatan di lokasi acara. “Kami ini siap ditempatkan di mana saja,” ujarnya sambil tersenyum.
Tak lama kemudian muncullah seorang ibu berjilbab dipadu baju batik merah dan celana panjang hitam. Wanita bernama Sabariyah ini adalah temanku saat sekolah di pesantren al Mujahidin. Dialah yang menjadi penghubung kami sebelum pelaksanaan acara. Mulai dari daftar peserta, tenaga medis hingga konsumsi. Kami sangat terbantu karena tidak ada yang dikenal saat akan menggelar khitanan massal di Bongan.
“20 tahun lebih lah kita kada betamuan,” ujarnya. Aku pun mengiyakan karena sejak 1998 sudah kembali ke Banjarmasin untuk melanjutkan jenjang pendidikan SMA. Kami menyempatkan diri foto bertiga dengan Iwan Sulistia yang juga sesama alumni di pesantren. “Kaltim ni sempit aja. Kemana-mana bisa ketemu alumni al Mujahidin,” ujarku lagi.
Selain jadi panitia, kali ini aku juga bertugas sebagai model untuk berfoto dengan peserta khitanan. Lengkap dengan rompi Baznas Kaltim yang menjadi mitra kerja KOKAM dalam kegiatan sosial ke berbagai wilayah. “Pian yang jadi model Baznas lah. Amun kami ni wajahnya sudah ketahuan,” ujar Rohiman yang bertugas mendokumentasikan kegiatan.
Aku pun mendampingi peserta yang sudah dikhitan berfoto di depan backdrop bertuliskan “Alhamdulillah Saya Sudah Khitan” lengkap dengan logo para donatur. Kemudian ada seorang bapak yang menghampiri kami. Ternyata beliau dulunya sempat mondok di al Mujahidin meski tidak sampai tamat. Tapi anak perempuannya yang sekarang kuliah di Samarinda jadi salah satu alumni di pesantren.
“Kami ini jauh masih perjalanan. Kami minta tolong antarkan ke kapal lah. Kasian anak-anak ni kalau naik motor abis dikhitan,” ujarnya meminta. Kami pun mengiyakan permintaan ini dan segera menyiapkan kendaraan. Ada tiga anak yang dibawa oleh bapak bernama Asrani tersebut. Bapak itu juga meminta diantar dengan Triton yang ada bak terbukanya. Meski sebelumnya kami menawarkan pakai mobil Fortuner.
“Kapal kami setengah jam perjalanan dari sini,” ujarnya saat akan naik mobil. Ternyata ada 8 orang dalam rombongan beliau. Terdiri dari 2 perempuan dan 6 orang laki-laki. Ditambah lagi tabung gas LPG 12 kg, jirigen BBM dan bawaan lainnya. Pantas saja menggunakan Triton yang ada bak terbukanya jelas lebih memudahkan pengangkutan.
30 menit berikutnya mobil pun menepi di sebuah jembatan. Semula kami kira ada dermaga untuk kapal rombongan ini. Tapi adanya hanya sebuah kapal yang tertambat di tepi sungai. Kondisinya kemasukan air karena pasang di hari sebelumnya. Sementara mesin kapal disimpan dengan tutupan terpal di bawah kolong jembatan. Pak Asrani beserta dua pria lainnya kemudian melakukan persiapan. Satu orang menguras kapal yang kemasukan air. Dua lainnya mempersiapkan mesin yang bakal dipakai. Usai bersiap sekitar 15 menit, barang bawaan pun mulai dibawa ke kapal ketinting.
“Kami ini dari kampung Tanjung Soke. Itu masih 4-5 jam baru sampai ke kampung. Tergantung kondisi sungai,” ujarnya. Kampung yang berlokasi di daerah hulu sungai Bongan itu bisa ditempuh lewat jalur darat dan air. Namun saat ini, jalur darat sedang rusak parah. Jadi jalur sungai yang menjadi pilihan. Bahkan mencapai kampung ini lebih dekat dari Kabupaten PPU dibandingkan Bongan. Jika saja jalur darat tidak sedang rusak berat.
“Nanti kami harus lewat sejumlah jeram. Ada jeram yang dangkal. Jadi kami semua turun dan kosongkan kapal baru bisa lewat. Mungkin jam 5 sore baru sampai,” jelasnya lagi. Untuk itu, Asrani berharap, KOKAM bisa menggelar kegiatan khitanan massal di kampung Tanjung Soke. Karena jauhnya jarak tempuh kampung menuju kecamatan. Apalagi ada 4 kampung yang berdekatan di sana.
“Kami ucapkan terima kasih kepada semua donatur yang sudah bantu khitanan massal. Semoga nanti ada juga khitanannya sampai kampung kami,” harapnya. Mesin kapal pun mulai bersuara. Sambil melambaikan tangan, kapal melaju membelah aliran sungai Bongan. “Selamat jalan semoga selamat sampai di rumah,” ujarku melepas rombongan pergi.
Peserta mulai berangsur sepi saat kami tiba kembali di gedung bulu tangkis yang menjadi lokasi khitanan massal. Iwan Sulistia yang menjadi ketua rombongan meminta segera bersiap untuk pulang. Kami pun mulai melepas spanduk dan backdrop serta membereskan alat milik panitia. Pak Solihin sebagai bendahara juga menyiapkan uang honor khitanan bagi tenaga medis yang bertugas.
Setelahnya, kami menggelar ramah tamah beserta panitia dari desa. Semua duduk lesehan di atas lapangan bulu tangkis sambil berbincang-bincang. “Kami mohon maaf dengan kondisi seadanya disini. Terus terang kami sempat bingung mempersiapkan acara ini. Karena kita belum pernah ketemu,” kata pak Suto, yang menjadi koordinator tenaga medis.
Pria yang sehari-hari sebagai Kepala Puskesmas Kampung Jambuk Makmur ini mengungkapkan kekagetannya saat saya hubungi untuk menggelar khitanan massal pada akhir Desember 2021 lalu. Apalagi lokasi ini jauh dari perkotaan dan waktu persiapannya cukup singkat. Ditambah lagi kondisi cuaca hujan hingga jalan yang banyak berlubang membuat kekhawatiran pelaksanaannya bakal batal.
“Alhamdulillah meski seadanya ternyata bisa juga khitanannya terlaksana. Kami mohon maaf jika kondisinya seperti ini. Tadi sempat pindah tempat acara karena posyandu tidak bisa dibuka. Terima kasih mau menggelar kegiatan khitanan di tempat kami yang jauh,” tuturnya lagi.
Secara terpisah, Kepala Kampung Jambuk Makmur, Yandi, juga meminta maaf dengan kondisi tempat pelaksanaan khitanan massal kali ini. Bahkan dirinya baru mendapat informasi kegiatan sehari sebelumnya. “Tadi saya menghadiri pembagian raport di SMP kampung kami dulu. Baru bisa kesini,” katanya.
Acara pun berakhir. Kami berfoto bersama dan bersiap-siap pulang ke tempat masing-masing. Tak lupa kami berterima kasih kepada ibu Sabariyah yang menjadi satu-satunya penghubung dalam mempersiapkan acara di Jambuk Makmur, Bongan. Usai berpamitan dua mobil kami mulai beranjak dari Bongan pada pukul 12 siang.
“Apa kita cari durian,” ujar Iwan di dalam mobil. Soalnya bau durian cukup menggoda hidung kami sejak berangkat subuh hari tadi dari Muara Leka, Kukar. Semuanya sepakat ingin merasakan kelezatan daging si raja buah ini. Sekitar 10 menit mengaspal kami singgah di penjual durian tepi jalan. Rupanya sedang musim durian meski tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya karena berbagai faktor.
“Ini 100 ribu tiga. Manis banar ni. Coba ai ni nah,” ujar bapak penjual menawarkan kami mengetes durian jualannya. Dari 9 orang dalam rombongan hanya 1 saja yang tidak ikut makan durian. Dalam sekejap 5 buah durian habis kami santap. Lalu masih ada seikat durian yang dibawa sebagai buah tangan. Saya dan bang Tamam menggunakan kulit durian bagian dalam sebagai wadah minum. Kata orang tua dulu, setelah makan durian harus minum pakai kulitnya sebagai penawar.
Usai makan durian kami pun kembali naik mobil masing-masing. Masih ada 9 jam perjalanan sebelum tiba di Balikpapan. Lubang menganga dan lumpur kembali jadi sajian di perjalanan. Ditambah lagi kendaraan berat yang bersamaan melintas menambah panjang durasi perjalanan. Selepas perbatasan Kubar – Kukar, kami singgah kembali di masjid al Ihya’ untuk sholat zuhur dan ashar pada pukul 4 sore.
Rombongan satunya ternyata singgah di musholla yang menjadi tempat kami beristirahat tidur pada Sabtu dini hari. Masuk ke Tenggarong yang menjadi ibukota Kabupaten Kukar kami singgah makan di sebuah warung. Usai makan tak disangka rombongan dari Samarinda ternyata mampir di tempat yang sama. Jadilah kita berkumpul kembali 9 orang. Kami pun berpamitan kepada teman-teman yang baru tiba untuk melanjutkan perjalanan.
“Nanti kita siapkan lagi program apa yang mau digarap. Kita bawa sekalian penyerahan laporan ke Baznas Kaltim,” ujar Rohiman yang juga sebagai KSO KOKAM Kaltim. Mengingat program yang kami jalankan langsung bersentuhan dengan masyarakat. Mulai tanggap bencana reaksi cepat, dapur umum dan layanan medis hingga SAR. Bahkan ada program recovery pasca bencana berupa program hunian tetap, psikososial dan penugasan mubaligh.
Untuk khitanan keliling kali ini ada tiga kabupaten yang menjadi sasaran. Yakni Kabupaten Kutai Kartanegara, Kutai Barat dan Penajam Paser Utara. Titik lokasi berada di kecamatan Sebulu, Bongan dan Riko. Dimana ketiga lokasi ini merupakan daerah yang cukup jauh dari ibukota kabupaten setempat.
“Kami menargetkan 300 peserta dari khitanan ini. Namun itu tetap menyesuaikan dengan animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya. Dari laporan yang masuk ada 50 anak di Sebulu, Kukar. Terus ada 30 anak di Bongan, Kubar. Sisanya menyusul,” tambahnya. (FAD)
Discussion about this post