Samarinda, Borneoupdate.com-Guna menyamakan persepsi antara pihak regulator, aparat dan pelaksana mengenai aturan yang berlaku, terkait distribusi BBM subsidi sehingga pada saat implementasinya di lapangan tak ada kesimpangsiuran dan perbedaan pemahaman. Sehubungan dengan itu, Pertamina Marketing Operation Region atau MOR VI Kalimantan menggelar forum diskusi, terkait penyaluran BBM Subsidi di wilayah Kalimantan, yang dilaksanakan di Hotel Bumi Senyiur, Rabu (4/9/2019). Forum Diskusi ini dihadiri sekitar 100 peserta dari beberapa lembaga/intansi terkait yaitu BPH Migas, Ditjen Migas ESDM, Badan Intelejen Daerah, Perwakilan Markas Besar POLRI, anggota Polda dan Polres di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara, Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan serta Hiswana Migas.
General Manager Pertamina MOR VI Kalimantan Boy Frans J Lapian mengungkapkan,forum ini penting untuk dilaksanakan. “BBM subsidi merupakan BBM yang berpotensi untuk disalahgunakan, karena selisih harganya cukup signifikan dengan harga keekonomian khususnya untuk Solar, sehingga perlu keterlibatan berbagai pihak agar BBM Subsidi sesuai peruntukannya. Apalagi kita ketahui bersama di Kalimantan ini banyak pertambangan dan industri, untuk itu kami harus merapatkan barisan dan menyamakan pemahaman dari sisi Pertamina, pengusaha SPBU, pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan regulator, agar bisa tercapai kesepakatan atas permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dalam distribusinya di lapangan” ujar Boy.
Sementara itu Komite BPH Migas Ibnu Fajar menjelaskan, bahwa pengguna BBM subsidi sudah diatur secara jelas pada Perpres 191 Tahun 2014. Namun demikian, ditengarai masih kerap terjadi penyelewengan di lapangan. Oleh sebab itu, BPH Migas mengeluarkan surat Edaran yang memperjelas aturan penyaluran BBM sesuai perpres 191 tahun 2019 dan permen 13 tahun 2013. Surat edaran BPH Migas ini berkaitan dengan larangan pembelian JBT Solar, yang antara lain berisi larangan terhadap kendaraan bermotor pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari 6 serta kendaraan truk gandeng, truk molen dan lainnya yang bermuatan maupun tidak bermuatan. Selain itu BPH juga menegaskan kembali kepada SPBU/lembaga penyalur BBM untuk tidak melayani pembelian BBM Subsidi kepada pada sektor UMKM, Perikanan, Pelayanan umum, dan transportasi air yang tidak disertai surat rekomendasi dari pihak-pihak yang diatur pada Perpres 191 tahun 2014.
Namun BPH Migas juga tidak menafikkan kenyataan, bahwa penyelewengan di lapangan juga dipengaruhi oleh tingginya disparitas harga, antara Solar Subsidi dan Solar keekonomian akibat kenaikan harga minyak dunia.
Pada Kesempatan yang sama Kepala Seksi Subsidi Bahan Bakar Ditjen Migas Heru Riyanto menjelaskan, bahwa regulasi harga jual eceran BBM umum merupakan kewenangan kementrian ESDM. Sementara itu Kepala Badan Reserse & Kriminal Mabes Polri Kompol Eko Susanda menyatakan, kewenangannya terkait pada upaya penindakan hukum bagi penyalahgunaan distribusi dan penggunaan BBM subsidi di lapangan.
Dalam Forum Diskusi ini antusias peserta cukup tinggi, terlihat dengan banyaknya pertanyaan terkait berbagai temuan di lapangan. “Harapannya dengan diadakannya kegiatan ini, semua pihak memiliki pemahaman yang sama terkait regulasi distribusi BBM, dan pengawasan berjalan sesuai aturan yang ada sehingga penyaluran BBM subsidi dapat tepat sasaran” ujar salah satu peserta
Perlu diketahui tahun 2019, wilayah Kalimantan mendapat kuota BBM subsidi untuk Solar sebesar 881.001 Kilo liter, dan realisasinya sampai bulan Agustus mencapai 645.315 Kilo Liter. Sedangkan Premium mendapat jatah kuota 1.134.213 Kilo Liter dan hingga Agustus terealisasi sebesar 796.463 kilo liter.
Pertamina juga mnyediakan saluran komunikasi yang dapat diakses melalui call center 135, agar masyarakat ikut terlibat dalam pengawasan dengan menyampaikan informasi, saran dan kritik terkait pelayanan dan distribusi BBM di SPBU maupun distribusi LPG.(TS1982)
Discussion about this post