Balikpapan, Borneoupdate.com – Panitia khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) di DPRD Balikpapan mengkritisi program BPJS gratis yang dijanjikan kepada masyarakat. Meski program tersebut merupakan salah satu visi misi yang akan direalisasikan walikota terpilih, Rahmad Mas’ud, setelah terpilih melalui pilkada serentak tahun 2020 lalu.
Anggota Pansus RPJMD DPRD Balikpapan, Sukri Wahid menilai masih ada sejumlah persoalan yang perlu diselesaikan terlebih dahulu sebelum realisasi BPJS gratis. Terutama soal tunggakan premi peserta kelas III di Balikpapan yang mencapai Rp 45 miliar. Karena program tersebut tidak akan bisa berjalan jika tunggakan belum dilunasi.
“Sudah diplot anggaran Rp 70 miliar untuk BPJS gratis. Yang kita kritisi adalah ada Rp 45 miliar tunggakan premi BPJS kesehatan kelas III. Pertanyaannya siapa yang bayar. Karena tidak mungkin kita aktifkan preminya kalau tidak bayar tunggakannya,” ujarnya kepada wartawan di DPRD Balikpapan, Senin (02/08).
Menurut Sukri pihaknya belum sepakat dengan program penggratisan BPJS kesehatan khusus kelas III. Mengingat ada sejumlah dampak yang tidak bisa dihindari saat program ini dijalankan. Seperti kemungkinan terjadinya migrasi besar-besaran dari peserta lain ke layanan kelas III. Apalagi memang tidak ada regulasi yang melarang perpindahan kelas layanan kesehatan.
“Kalau Rp 70 miliar tiap tahun keluar. Maka harus diprediksi kelas I dan kelas II yang akan pindah. Jangan salahkan karena tidak ada regulasinya. Orang akan memilih dibayar daripada bayar sendiri. Tidak salah itu. Artinya kita harus siap menampung 45 ribu yang akan migrasi,” tutur politisi asal PKS ini.
Selain itu, lanjut Sukri, jika anggaran BPJS gratis sudah ditetapkan maka wajib direalisasikan setiap tahunnya. Meski hal itu akan berdampak beban pada APBD pemerintahan setempat. Sehingga diperlukan penyesuaian terhadap pos anggaran lainnya saat program penggratisan ini jadi direalisasikan.
“Kalau sudah pak wali tahun ini anggarkan sekian. Jangan pernah tidak dianggarkan lagi tahun depannya. Akan jadi masalah. Tugas pansus melihat dari perspektif anggaran. Covid-19 yang tidak ada RPJMD saja menyedot uang Rp 169 miliar. Itu tidak ada visi misi. Covid-19 ini tidak ada urusan dengan RPJMD,” jelasnya.
Untuk itu, Sukri menyarankan, perubahan program tersebut menjadi subsidi iuran BPJS kesehatan bagi peserta kelas III. Hal itu berdasarkan pengalaman program Jamkesda di pemerintahan sebelumnya yang menggunakan metode subsidi. Sehingga tidak membebani keuangan pemerintahan setempat.
“Kalau kami belum sepakat semuanya. Saya mengusulkan subsidi saja. Jamkesda saja dulu Rp 33 miliar sharing premi pesertanya. Jadi tetap tanggungjawab dengan janji-janji. Tapi kita melihat dengan kemampuan keuangan daerah. Jangan lupa yang ikut kelas III itu dari penjual bakso sampai pengusaha,” tambahnya. (FAD)
Discussion about this post