Balikpapan, Borneoupdate.com – Merasa belum ada kejelasan permintaan maaf, mantan Direktur Operasional PT Borneo Delapan Enam, Suhardi Hamka, membuat pengaduan ke Polda Kaltim. Hal itu dipicu belum adanya jawaban dari pihak Jamri atas somasi dari kuasa hukum pelapor yang meminta agar yang bersangkutan menyampaikan permintaan maaf secara resmi.
Hal itu bermula dari penetapan status tersangka terhadap Suhardi Hamka selaku mantan Direktur Operasional PT Borneo Delapan Enam yang akhirnya dihentikan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kaltim. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan Nomor : B/1138/VIII/RES.1.14/2020/Ditreskrimum tertanggal 25 Agustus 2020.
Dalam pertemuan dengan media massa di Balikpapan, Suhardi Hamka mengatakan penetapan status tersangka atas dirinya berdasarkan laporan yang dilakukan, Jamri, selaku Direktur Utama PT Borneo Delapan Enam. Saat itu pihak pelapor melaporkan Suhardi Hamka atas dugaan tindak pidana Penggelapan dalam jabatan di perusahaan.
“Saya hanya meminta hak saya. Permintaan saya sederhana, dulu kan dia umumkan status tersangka saya lewat media massa. Nah saya minta dia umumkan kembali status penghentian penyidikan terhadap saya di media seperti yang dilakukannya dahulu,” ujarnya kepada wartawan di kantornya, Ahad (24/01) siang.
Hal ini lanjut Suhardi karena dirinya bersama kuasa hukum menilai telah terjadi pencemaran nama baik yang berakibat secara materi maupun non materi. Terutama terkait usaha properti yang digelutinya cukup terdampak semenjak adanya pemberitaan status tersangka sebelumnya.
“Dari sisi kami, kami sangat dirugikan karena usaha di bidang properti tentu berdampak banyak yang bermitra dengan kita. Apalagi pemberitaan di media itu dampaknya sangat luar biasa,” tuturnya.
Bahkan pihaknya, menurut Suhardi juga sudah melapor ke Dewan Pers terkait pemberitaan seputar status tersangka dirinya yang telah terbit di sejumlah media massa, baik cetak maupun media online. Dimana secara substantif Dewan Pers menerima pengaduan tersebut namun secara prosedural tidak memenuhi unsur dikarenakan sudah kadaluarsa akibat melebihi 2 bulan sebagaimana yang diatur dalam UU Pers.
“Kami telah membuat pengaduan dan dilakukan analisis oleh Ditreskrimsus terkait pencemaran nama baik yang berkaitan dengan Undang-Undang ITE, karena ini diberitakan melalui media massa. Penyidik juga meminta agar pihaknya membuat aduan ke dewan pers,” jelasnya.
Suhardi menegaskan bahwa dirinya hanya mencari jalan tengah agar permasalahan ini cepat selesai. Pasalnya dampak yang ditimbulkan dari permasalahan ini sangat luar biasa terutama terhadap nama baik dirinya. Bahkan dirinya sudah melakukan pendekatan-pendekatan secara kekeluargaan agar pihak Jamri segera mengumumkan permintaan maaf secara terbuka di media massa atas pemberitaan yang dilakukan sebelumnya.
“Kami sudah pendekatan secara persuasif akan tetapi tidak mendapatkan respon yang baik. Pasca dapat SP3 dari Polda Kaltim, kuasa hukum sudah somasi kepada Jamri agar meminta maaf terkait perkara ini. Namun tidak juga mendapatkan jawaban dari yang bersangkutan,” tambahnya.
Secara terpisah, Jamri melalui kuasa hukumnya, Kahar Juli, dengan tegas menolak meminta maaf terkait pengumuman status Suhardi Hamka di media massa yang dilakukannya. Ia berpendapat bahwa surat penetapan tersangka atas nama Suhardi Hamka dari Polda Kaltim merupakan hak kliennya sebagai pelapor.
“Penetapan dia (Suhardi) sebagai tersangka kan ranah pihak kepolisian. Kenapa kita bacakan, karena surat itu tertuju kepada kita, berdasarkan laporan kita beliau jadi tersangka,” jelasnya.
Selain itu lanjut Kahar tuntutan klarifikasi dan permintaan maaf pasca keluarnya SP3 dari Polda Kaltim atas status Suhardi Hamka tersangka belum bisa dilakukan. Karena proses hukum dan audit atas sengketa keduanya atas dugaan unsur masih berjalan. Apalagi pencabutan status tersangka atas Suhardi Hamka bukan dari pihaknya melainkan itu dari kepolisian.
“Jadi kalau mau tanya soal meminta maaf, yang menetapkan tersangka kepolisian, kemudian yang menutup kepolisian, jadi konfirmasi ke kepolisian bukan ke kami. Kita juga murni sebagai warga negara yang melapor ada hak-hak kami yang dilanggarnya atau ada hak-hak kami yang diambil saat itu jadi dugaan kami,” ungkapnya.
Kahar juga mempersilahkan pihak Suhardi Hamka melapor ke pihak kepolisian jika tidak terima dengan sikap kliennya. Karena setiap warga negara memiliki hak untuk melapor jika ada dugaan atau perbuatan yang dianggap melanggar hukum ke kepolisian. Bahkan pihak Jamri berencana akan melanjutkan ke pra peradilan atas dugaan penggelapan oleh terlapor Suhardi Hamka. Namun hal itu masih menunggu hasil proses audit.
“Jika hasil audit ini jelas, kalau memang unsurnya ini masuk. Maka akan kita sorong ini barang masuk. Jadi jika ditanya, kami harus meminta maaf, apa yang harus dimaafkan lagi pula yang kami bacakan surat dari kepolisian, buka dari pengacara Kahar Juli, bukan dari Pak Jamri. Saya bacakan karena surat itu memang ditujukan ke kita bahwa dari laporan kita beliau tersangka,” tutupnya. (TS1982)
Discussion about this post