
Balikpapan, Borneoupdate.com – Penerapan pajak usaha tempat hiburan yang mencapai 60% dari tiap transaksi mengundang keluhan dari pengusaha tempat hiburan malam (THM) di Kota Balikpapan. Apalagi kondisi saat ini volume transaksi mengalami penurunan akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) oleh pemerintah setempat di tengah kondisi pandemi Covid-19 dalam setahun terakhir.
Usai menerima perwakilan pengusaha THM, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Iwan Wahyudi secara pribadi dirinya menolak menurunkan pajak hiburan di angka 60% per transaksi sesuai permintaan dari pemilik usaha tersebut. Mengingat kota ini dikenal dengan konsep madinatul iman yang mengedepankan akhlak dan melindungi warganya dari kerusakan moral.
“Kalau seandainya kita menurunkan tarif pajak tentu harus ada kajian secara komprehensif. Karena semangat dari kota kita hari ini adalah kota madinatul iman. Maka menurut pandangan saya rasanya tidak pas menurunkan pajak itu,” ujarnya kepada wartawan di DPRD Balikpapan, Senin (08/03).
Selain itu lanjut Iwan, dari data yang diperolehnya, pemasukan daerah dari sektor THM justru tetap naik meski pajaknya naik hingga 60%. Tercatat di tahun 2019, sumbangan pajak THM mencapai Rp 25 miliar dari target Rp 24 miliar. Meski dirinya belum memperoleh data pajak THM dalam kondisi pandemi Covid-19 di tahun 2020.
“Data tahun 2020 saya belum dapat. Tapi di tahun 2019 saja pajak THM bisa melampaui target. Padahal ketika itu pajak sudah naik jadi 60%,” ujar anggota DPRD dari daerah pemilihan Balikpapan Utara ini.
Sementara Ketua Forum komunikasi tempat hiburan Balikpapan (FKHB) Fendy Yacob tetap berharap agar kebijakan penerapan besaran sebesar 60 persen pajak daerah terhadap sektor usaha tempat hiburan yang diterapkan direvisi. Karena kebijakan itu dinilai terlalu memberatkan para pelaku usaha terlebih di tengah situasi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Hari ini kita melakukan rapat dengar pendapat dengan DPRD dan Dinas Pendapatan Daerah, pada dasarnya kita meminta agar pemerintah merevisi besaran pajak yang dikenakan kepada pengusaha tempat hiburan,” ujarnya.
Fendy menilai bahwa besaran pajak yang diterapkan oleh pemerintah saat ini dinilai terlalu besar, dan bila diperhitungkan bahwa besaran pajak ditetapkan sebesar 60% untuk pajak hiburan tersebut merupakan nilai yang paling tinggi se-Indonesia. Padahal sektor usaha tempat hiburan adalah yang paling terdampak di tengah situasi pandemi Covid-19.
“Kami berharap bahwa besaran pajak yang diterapkan untuk tempat hiburan itu bisa disamakan dengan besaran pajak yang diterapkan di bidang perhotelan yakni sebesar 10%,” tutupnya. (FAD)




















Discussion about this post