Balikpapan, Borneoupdate.com – Kementerian Perhubungan akhirnya mencabut kebijakan wajib tes polymerase chain reaction (PCR) bagi pelaku perjalanan darat. Pencabutan itu menggantikan pemberlakuan surat edaran beberapa hari sebelumnya. Ketika itu masyarakat yang bepergian sejauh 250 kilometer atau 4 hari perjalanan harus membawa surat keterangan negatif PCR.
Merespon hal ini, anggota DPRD Balikpapan, Andi Arief Agung mengatakan kebijakan pemerintah yang berubah ini tentunya menimbulkan berbagai dampak. Terutama pada mobilitas masyarakat yang naik pasca penurunan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Dari pemerintah pusat kadang-kadang kementerian ini tidak konsisten. Utamanya Kementerian Perhubungan soal radius 250 kilometer dan 4 hari perjalanan wajib tes PCR,” ujarnya di gedung dewan, Rabu (03/11).
Menurut Andi Arief, harusnya pengumuman kebijakan pusat harus mempertimbangkan kesiapan instansi yang berkaitan. Termasuk kepada masyarakat yang menjadi objek kebijakan tersebut. Sehingga setelah persiapan matang, pemberlakukannya menjadi kemudahan dan bukan menyulitkan mereka.
“Harus ada sinkronisasi sebenarnya. Ini perhubungan beda kesehatan juga beda. Akibatnya kebijakan pusat turun ke daerah malah bikin bingung. Ini kan yang ada pada rancu instruksi-instruksi yang sampai ke masyarakat,” tuturnya lagi.
Selain itu lanjut Andi Arief, harga tes PCR itu masih tergolong mahal bagi masyarakat. Meski pemerintah sudah kembali menurunkan biaya tes PCR menjadi Rp 300 ribu di daerah luar Jawa dan Bali.
“Sebenarnya kita berharap ada sinkronisasi semua pihak terhadap kebijakannya. Jadi tidak membingungkan masyarakat. Kan PCR itu mahal. Berat juga bagi masyarakat saat pandemi Covid-19 sekarang,” tambahnya. (FAD)
Discussion about this post