Balikpapan, Borneoupdate.com – Pandemi Covid-19 bukan hanya soal pembatasan kegiatan di luar ruangan. Namun secara pribadi membuatku tidak melakukan perjalanan ke luar pulau Kalimantan dalam dua tahun terakhir. Kemudian wabah ini mereda dan membuat pemerintah melonggarkan kegiatan masyarakat dalam enam bulan terakhir. Bagian pertama tulisan ini menjadi pengalaman perdanaku kembali ke luar daerah.
“Akhir bulan ini harus ke sana. Ini masih atur jadwal dengan pimnpro Lumajang. Kemarin sudah bahas internal Kaltim soal pekerjaan Lumajang,” tulis Iwan Sulistia, Sekretaris Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) Kaltim, selasa (20/09).
Chat via Whatsapp ini jadi pembuka awal mula perjalanan kami. Di mana Kokam Kaltim berencana merealisasikan penggunaan donasi erupsi Semeru. Hal itu tetap menyesuaikan kebutuhan di lapangan. Agar dana yang tersalurkan tidak overlapping dengan program Muhammadiyah pusat. Rencananya Kokam bakal membangun TK sesuai persetujuan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Kaltim.
Tiga hari kemudian aku mengirimkan pesan WA ke Iwan. “Ndan ke Semeru kira-kira pekan depan kah? Kalo memang belum saya mau ke banjar nengok ortu dulu,” tulisku. Rekan asal Kabupaten Penajam Paser Utara ini pun merespon chat-ku. “Tadi baru sepakat. Nunggu CN (Cak Nono) info minggu ini budal (berangkat),” jawabnya.
Nama terakhir ini memang sedang dalam penyembuhan setelah sakit. Dia merupakan anggota Kokam asal Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara. Sekaligus penunjuk jalan di Lumajang karena merupakan penduduk asal sana. Bahkan termasuk tim pertama bersama Iwan yang terlibat respon tanggap darurat erupsi gunung Semeru di tahun 2021.
Berselang lima hari kemudian Iwan kembali mengirimkan pesan WA kepadaku. “Jumat (30/09) budal. Pesawat sore jam 6. Kirim KTP. Sudah dibahas di grup BPO Kokam,” tulisnya. “Siap ndan. Maaf baru on HP,” jawabku sambil menyertakan file KTP sesuai permintaannya.
Hari berikutnya saya, Iwan dan dua anggota Kokam lainnya berkumpul di Balikpapan. Kami membahas program kegiatan di lapangan nantinya. Mulai dari pemberangkatan tim, cek lokasi, koordinasi dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lumajang hingga kontraktor pelaksana. “Saya belum tahu berapa lama kita di sana. Yang jelas kita cek titik pembangunan TK. Ini harus cepat dibangun. Uangnya sudah ada,” ucap Iwan.
Dia menjelaskan sesuai berkas yang diterimanya Muhammadiyah bakal membangun sekolah tingkat TK. Ada 7 ruangan yang terdiri dari 6 untuk kelas dan 1 kantor. “Kita tetap realistis sesuai dana kita. Ada masjid Muhammadiyah juga yang bakal dibangun. Kita pilih TK aja,” ujarnya.
Malam harinya, KSO Kokam Kaltim, Rohiman, mengirimkan e-tiket untuk saya, Iwan dan Nonok Widyanto (cak nono) di grup BPO Kokam Kaltim. Artinya tim ini terdiri dari tiga orang saja. Tak lama kemudian Komandan Kokam Kaltim, Tamam Habibi, menyahut. “Aku ikut ya. Sudah dapat izin dari istri. Tiket sudah dibooking tinggal bayar,” tulisnya. “Lobi komandan memang kencang,” sahut Iwan. Lalu masih ada Solihin, bendahara Kokam yang juga bergabung. Jadilah kami berlima berangkat menuju Semeru.
Keesokan harinya, kami pun berkumpul di bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) di Balikpapan. Turut pula Rohiman yang mengantarkan dan mengarahkan operasional kami di lapangan nantinya. “Sesuai arahan MDMC Kaltim, surat tugas dan surat menyurat lainnya pakai payung pos koordinasi Muhammadiyah Kaltim,” ujar Rohiman.
Kami lalu berfoto bersama sekaligus penyerahan biaya operasional dari KSO Kokam kepada Iwan selaku pimpro pembangunan TK Muhammadiyah Semeru. Bahkan kami berlima juga mendapatkan kaos bertuliskan “Relawan Semeru Muhammadiyah Kaltim”. Kaos ini jadi semacam pakaian dinas saat kegiatan di pusat relokasi warga terdampak erupsi Semeru.
Pesawat pun mengudara membawa kami berlima ke bandara Juanda di Surabaya. 1 jam lebih di udara pesawat kembali ke darat. Waktu ketika itu menunjukkan pukul 18.20 WIB. Perjalanan berlanjut menggunakan mobil menuju Kabupaten Lumajang. Kami mengambil rute lewat Kota Malang. Karena malam itu menginap di kampung halaman cak Nono di desa Bulurejo, Kecamatan Tempursari.
Mencapai rumah cak Nono ternyata tidak gampang. Desa ini berada di ujung Kabupaten Lumajang berbatasan dengan Malang. Kontur jalan cukup sempit, berkelok dan naik turun karena lokasi desanya di bawah bukit dan dekat dengan lautan. Perkiraan waktu tempuh ketika itu sekitar 6 jam. Ternyata kami baru tiba di rumah itu saat jam 1 malam setelah sempat dua kali singgah beristirahat dan sholat.
Sesampainya di rumah cak Nono, aku langsung minta izin ke toilet. Panggilan alam membuatku langsung menuju ke sana. Selesai itu kami masih sempat berbincang sebentar dengan tuan rumah. Satu persatu dari kami mulai terlelap tak lama setelah itu. Aku pun merebahkan diri ke kasur yang disiapkan dan terlelap melepas lelah. (FAD)
Discussion about this post