Balikpapan, Borneoupdate.com – Persoalan tumpang tindih lahan yang berujung proses hukum masih sering terjadi di Kota Balikpapan. Hal ini mengakibatkan cukup banyak warga yang kehilangan haknya setelah kalah dalam perkara di pengadilan. Salah satunya sejumlah perwakilan warga yang tergabung dalam perkumpulan warga lahan makmur (PWLM) mengadu nasib ke Komisi I DPRD Balikpapan. Mereka meminta bantuan terkait tumpang tindih kepemilikan atas lahan yang telah terbeli.
Juru bicara warga, Armin mengatakan kejadian ini bermula saat dirinya bersama warga yang lain membeli tanah kavling dari Koperasi Lahan Makmur pada tahun 1997-2010. Ada sekitar 1.800 orang yang memiliki bukti jual beli lahan dengan koperasi tersebut dengan total lahan sebanyak 2.150 kavling.
“Sistem beli pakai angsuran sampai tahun 2010. Untuk pembelian lahan I sejak tahun 1997 dengan status segel, lahan II mulai tahun 2000 dengan status sampai dengan sertifikat dan lahan III tahun 2003 masih dengan status segel,” ujarnya kepada wartawan.
Dari data yang berhasil dikumpulkan, lanjut Armin, total luas lahan mencapai 34,5 hektar. Namun persoalan timbul ketika Pemerintah Kota Balikpapan menggusur koperasi yang beralamat di Pusat Kegiatan Islam Balikpapan (Puskib). Pihak pengelola menghilang setelah penggusuran dan tidak pernah memberitahukan alamat kantor yang baru.
“Waktu itu pembeli lahan kebanyakan pekerja lokasi yang berdomisili luar kota. Karena tidak mengetahui keberadaan koperasi sampai saat ini akhirnya mereka membentuk PWLM untuk menelusuri lokasi lahan. Mereka memegang lima jenis status alas hak tanah seperti sertifikat hak milik, segel, perjanjian akta jual beli, kuitansi dan berkas hilang status dalam pelaporan polisi karena di bawa koperasi lahan makmur,” jelasnya.
Dari hasil penelusuran, menurut Armin, ternyata lokasi tanah warga mengalami tumpang tindih dengan orang lain. Bahkan ada tujuh pihak yang juga mengakui kepemilikan lahannya. Salah satunya merupakan pemilik lahan merupakan perusahaan properti. Pihak perusahaan ini mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas lahan kita seluas 5,4 hektar pada tahun 2011 dari Badan Pertanahan Nasional BPN.
“Padahal kita beli di tahun 2010 dan mereka mendapat pengesahan SHGB tahun 2011 oleh kepala BPN waktu itu. Kemudian 100 kavling kepemilikan anggota terlihat telah dibangun perumahan dan diberikan patok patok untuk dipagar. Kami bingung kenapa SHGB bisa keluar di atas kepemilikan hak milik,” tuturnya lagi.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi I DPRD Balikpapan, Simon Sulean berjanji akan memanggil pihak-pihak yang terkait untuk mendapatkan keterangan yang berimbang. Terutama pihak BPN soal kejelasan pemilik di atas lahan yang tumpang tindih surat kepemilikannya. Termasuk juga klarifikasi pada tujuh pihak yang mengklaim kepemilikan di atas lahan yang sama.
“Untuk mengetahui itu palsu atau ada indikasi mafia tanah tentu ada pihak-pihak Instansi lain dan penegak hukum yang bisa memberi keterangan. Kami juga minta PWLM untuk menguasai lahannya dan mengurus surat surat yang belum diurus karena ada disitu,“ tambahnya. (FAD)
Discussion about this post