Krisis pengelolaan sampah menjadi salah satu tantangan utama Kota Balikpapan. Pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tengah berupaya mengembangkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di beberapa kecamatan. Rencana ini mencerminkan komitmen dalam mengelola sampah secara berkelanjutan sekaligus mendukung keseimbangan lingkungan.
Pada tahun 2024, dua TPST baru masuk dalam perencanaan. Yakni di Balikpapan Selatan dan Balikpapan Utara. TPST ini bakal menjadi pusat pengolahan sampah organik dan anorganik. Sampah organik yang terkumpul akan diolah menjadi kompos yang bermanfaat bagi sektor pertanian dan penghijauan kota.
Sementara itu, sampah anorganik akan dipilah dan dikelola sehingga menghasilkan nilai ekonomis, baik melalui daur ulang maupun penjualan material yang masih dapat digunakan. Dengan pendekatan ini, diharapkan jumlah sampah yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat berkurang secara signifikan.
Namun, tantangan besar masih membayangi. Kepala DLH, Sudirman, mengungkapkan keprihatinannya terkait kapasitas TPA Balikpapan yang semakin kritis. Saat ini, produksi sampah harian di kota ini mencapai angka 500 ton, sementara langkah penanganan dan pengurangan sampah baru mampu sekitar 120 ton per hari. Data ini menunjukkan bahwa lebih dari 75 persen sampah masih berakhir di TPA.
Sudirman juga menyebutkan dari tujuh zona yang tersedia di TPA Balikpapan, hanya satu zona yang tersisa. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa intervensi berarti, TPA diperkirakan akan penuh pada tahun 2027 hingga 2028. Fakta ini menjadi peringatan serius bagi semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengelola sampah secara lebih efektif.
Untuk mengatasi situasi ini, DLH tidak hanya fokus pada pembangunan TPST, tetapi juga tengah mempersiapkan penerapan teknologi pengelolaan sampah di TPA. Teknologi ini bertujuan memperpanjang masa pakai TPA sekaligus mengoptimalkan pengolahan sampah yang sudah terlanjur masuk. Selain itu, pendekatan ini sejalan dengan visi Kota Balikpapan untuk menjadi kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pembangunan TPST bukan hanya solusi teknis, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang penting. Keberadaan TPST harus berbanding lurus dengan peningkatan kesadaran masyarakat. Khususnya kebiasaan memilah sampah organik dan anorganik sejak di rumah. Kegiatan itu dapat membantu mengurangi beban pengolahan di tingkat TPST sekaligus mempercepat proses daur ulang.
Di sisi lain, pembangunan infrastruktur TPST harus mendapat dukungan regulasi yang tegas dan insentif bagi warga yang berkontribusi. Misalnya, memberikan penghargaan atau insentif finansial bagi masyarakat atau kelompok yang berhasil mengurangi produksi sampah mereka. Kombinasi pendekatan regulasi, teknologi dan partisipasi masyarakat dalam jangka panjang bisa memberikan dampak positif yang signifikan.
Keseriusan DLH dalam menghadapi tantangan ini menunjukkan pengelolaan sampah bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga tanggung jawab bersama. Balikpapan memiliki peluang besar untuk mengatasi krisis sampah sekaligus menjadi pelopor pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Kerja sama antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta menjadi elemen kunci untuk mewujudkan visi ini. (*)
Discussion about this post