Samarinda, Borneoupdate.com – Badan Peradilan Khusus seperti yang diamanatkan dalam UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) memang belum dibentuk. Ketua MK RI, Arief Hidayat menjelaskan selama belum adanya Peradilan Khusus tersebut maka masih menjadi kewenangan dari MK RI.
“Selama Peradilan Khusus belum terbentuk maka itu Penyelesaian Perkara Sengketa hasil Pilkada masih menjadi kewenangan MK,” ujarnya, dalam Seminar Nasional dengan tema Penyelesaian Perkara Sengketa Hasil Pilkada Di Mahkamah Konstitusi: Menjaga Demokrasi Bermartabat, Meneguhkan Negara Hukum Indonesia. Seminar ini berlangsung pada Sabtu (29/02/2020) diruang Serbaguna, Gedung Rektorat Universitas Mulawarman.
Sementara Dosen Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah memaparkan ketentuan yang mengatur mengenai peradilan khusus, dalam Undang-Undang Pilkada seperti Undang-Undang yang menggantung dalam Pilkada. Kalau kemudian ada keseriusan dalam pembentuk Undang-Undang (DPR) seharusnya ada formulasi yang sudah didorong bagaimana format peradilan khusus tersebut.
“Saya melihat ada gejala DPR malah keasyikan dimana perkara-perkara banyak ditangani oleh MK, meskipun selama peradilan khusus belum terbentuk maka itu menjadi kewenangan MK,”ucapnya dihadapan awak media.
Menurutnya kesalahan yang ada ialah belum adanya ketentuan mengenai berapa jangka waktu peradilan khusus terbentuk setelah Undang-Undang (UU 10/2016) ini ditetapkan. Harusnya ada ketentuan yang mengatur rentan waktu menengenai pembentukan peradilan khusus.
Ia juga menambahkan secara subtansi memang masih ada perdebatan, yang mana pilkada dianggap sebagai rezim pemerintahan daerah berarti memang ada keperluan secara mendesak untuk membentuk peradilan khusus akan tetapi sebagian besar masih menganggap pilkada merupakan bagian dari pemilu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 22 UUD 1945. Sehingga jika memang pilkada merupakan bagian dari pemilu berarti memang kewenangan dari Mahkamah Konstitusi. “Ini menjadi paradoks, ada perbedaan pandangan termasuk MK sendiri karena memang putusan itu disenting opinion, ada sebagaian mayoritas hakim menganggap bagian dari rezim pilkada sementara ada hakim lain yang menggap tidak, inilah dua hal yang menjadi subtansial,” jelasnya
Lebih lanjut ia memaparkan, asal masyarakat dapat membangun budaya hukum yang baik dan penghormatan terhadap semua keputusan hukum maka ada atau tidak Peradilan Khusus tidak menjadi masalah. “Bagaimana budaya hukum kita terhadap penyelesaian sengketa ini, kalo semua orang terima dengan hasil-hasil keputusan itu, itu menjadi baik,” pungkasnya(Wan/man)
Discussion about this post