Balikpapan, Borneopdate.com – Mudik selalu saja identik dengan perayaan Idul Fitri bagi masyarakat muslim di berbagai daerah di Indonesia. Namun kondisi dua tahun terakhir mungkin terasa berbeda untuk mereka yang menyelesaikan puasa Ramadhan dan berlebaran. Pemandangan para perantau yang melintas di Balikpapan sebagai kota transit di Kaltim tak seramai tahun-tahun sebelumnya.
Sejak tanggal 6 Mei 2021, pengetatan dan penyekatan dilakukan oleh Pemerintah Kota Balikpapan beserta kabupaten kota lainnya di Kaltim sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19. Dampaknya kepadatan penumpang di jalur udara, darat dan laut mendadak sepi.
“Jujur terasa berat di hati kalau tidak mudik. Apalagi itu sudah jadi tradisi tahunan untuk berkumpul keluarga besar,” ujar Amir Syarifuddin, seorang wartawan media online yang bertugas di Balikpapan.
Pria yang berasal dari Jakarta ini menuturkan momen lebaran adalah hal yang paling dirindukan ketika sedang merantau. Karena kesempatan itu bisa mempertemukan anggota keluarga yang terpisah karena kesibukan di tempat kerja masing-masing. Namun kebijakan pemerintah untuk meniadakan mudik lebaran dengan cara menghentikan arus transportasi memaksa seluruh perantau mengurungkan niat mudiknya.
“Memang berbeda rasanya dikarenakan ada larangan dari pemerintah untuk mudik. Bahkan saat liputan sebelum penyekatan jalur transportasi, saya pun inginnya bisa mudik seperti biasa,” tuturnya.
Menurut Amir sebagai warga negara dirinya akan berusaha mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Salah satunya dengan menaati penyekatan arus mudik lebaran yang diharapkan bisa mencegah kenaikan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Balikpapan. Apalagi belum ada kepastian penyebaran virus corona ini bisa mereda hingga saat ini.
“Sebagai perantau yang mengadu nasib di luar daerah, saya ada kewajiban menafkahi keluarga. Tapi di kondisi ini saya juga harus sadar diri agar tidak menjadi pembawa virus corona bagi keluarga,” lanjutnya lagi.
Amir mengakui tidak mudah menjalani lebaran tanpa keluarga di tanah rantau. Mengingat kebiasaan mudik sudah mendarah daging bagi masyarakat di Indonesia. Meski begitu kepentingan yang lebih besar untuk kemaslahatan bersama dinilainya harus diutamakan dibanding memaksakan pulang mudik dengan kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini.
“Untungnya komunikasi tidak putus. Saya masih bisa mendengar suara bahkan melihat foto atau video call melalui smartphone. Meski tidak bertatap muka secara langsung, setidaknya bisa saling melepas kerinduan dan saling bermaaf-maafan,” tambahnya. (FAD)
Discussion about this post