Balikpapan, Borneoupdate.com- Wacana penghapusan Ujian Nasional (UN) yang digulirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, mendapat dukungan dari wakil rakyat di Balikpapan. Hal itu dikemukakan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan, Iwan Wahyudi, saat dimintai pendapat soal rencana dari Mendikbud tersebut.
“Saya sepakat jika UN jadi dihapus. Karena kualitas pendidikan di masing-masing daerah memang berbeda. Bahkan dalam sebuah kabupaten kota saja kualitas pendidikannya bisa berbeda antara yang ditengah dan yang di pinggiran kota. Jadi apa bisa disamakan hanya lewat penilaian UN untuk seluruh daerah di Indonesia?” tanya Iwan.
Ia menilai program pendidikan di Indonesia masih terbatas pada nilai dan kelulusan setiap siswa hanya dihitung dari nilai yang didapat saat UN. Padahal masa pembelajaran yang dilalui selama 3 tahun harusnya tidak cukup dinilai dari UN selama beberapa hari. Sementara pihak pemerintah selalu beralasan UN diperlukan sebagai pemetaan kualitas pendidikan setiap tahunnya.
“Kalau UN jadi standarisasi pendidikan saya pikir gak akan bisa. Mana bisa disamakan antar kota semacam pulau jawa dengan kawasan pelosok di daerah Indonesia Timur yang memang minus. Baik infrastruktur bangunan maupun fasilitas beserta SDM pengajarnya,” tutur politisi PPP ini.
Menurutnya UN seringkali menjadi tekanan dan beban bagi siswa, orang tua maupun guru karena disitu ada pertaruhan kualitas sebuah sekolah baik negeri maupun swasta. Akibatnya banyak sekolah dan pemerintah daerah yang berlomba mendapatkan nilai tertinggi dengan harapan daerahnya tidak dinilai bodoh oleh pemerintah pusat.
“Mungkin ada positifnya di sisi memacu semangat belajar siswa. Tapi jangan lupa dampak negatifnya. Seperti ada laporan tekanan pemerintah daerah pada sekolah dan kecurangan saat ujian. Tapi untuk Balikpapan saya pikir masih cukup baik,” lanjut Iwan.
Untuk itu ia menyarankan peningkatan pendidikan karakter dan kemandirian di tiap sekolah sebagai ganti dari UN. Mengingat saat ini merupakan zaman digital di mana semua serba terbuka tanpa ada batasan. Sehingga diperlukan peran sekolah dan orang tua yang cukup besar agar anak terhindar dari dampak negatif kemajuan teknologi.
“Jadi tidak melulu pendidikan itu harus dengan nilai. Apalagi di era digital sekarang. Kalau tidak ada benteng semakin besar kerusakan yang terjadi. Kalau memang mau tetap ada pemetaan pendidikan secara nasional mungkin bisa diganti assessment kompetensi berkala secara nasional. Hal itu bisa dilakukan setahun sekali dengan melibatkan dinas pendidikan di kabupaten kota,” tutup Iwan. (FAD)
Discussion about this post